mencoba saja

Friday, April 23, 2010

YESUS TURUN KEMBALI

YESUS TURUN KEMBALI
Oleh Syaiful Bahri

Seperti cerita Maria Magdalena. Seorang pelacur sedang akan dilempari batu. Karena dia tertangkap basah akan berbuat mesum. Lalu orang-orang yang menangkap basah berkata ,”Bunuhlah wanita itu. Dia wanita kotor. Lempari dengan batu.” Tidak semua orang-orang itu berkata demikian, tetapi hanya seorang. Yang akan mereka lempari batu hanya pelacur itu, si lelaki tidak, mereka menganggapnya tidak bersalah, dia hanya tergoda. Seperti cerita Maria Magdalena, adakah Yesus yang menolongnya?

Pelacur itu dikelilingi banyak orang. Banyak orang dengan batu di tangannya. Mereka siap melempari wanita itu. Wanita itu tersungkur, bersimpuh, dan tentu saja menangis. Bukan karena sudah dilempari batu, tapi karena bayangan kesakitan dilempari batu.

“Mari lempari wanita ini, “ kata seseorang di antara mereka.

Lalu orang-orang melemparinya batu. Tidak semua orang sudah melempar, tapi hanya saeorang, hanya yang tadi berkata, ‘mari lempari wanita itu’. Wanita itu tambah keras menangis, merasakan betapa sakitnya batu yang membentur kepalanya.

Seperti cerita Maria Magdalena. Ada seorang lelaki yang mendekat menuju kerumunan orang-orang itu. Dan segera menuju tengah kerumunan, menguasai keadaaan, menarik perhatian. Kemudian lelaki itu berkata, “Tuan-tuan boleh melempari wanita ini jika kalian tidak memiliki dosa. Apakah kalian bersih dari dosa?”

Seperti cerita Maria Magdalena. Orang-orang di kerumunan itu memandang lelaki itu. Dilihatnya sekilas perawakan lelaki itu. Lelaki itu berjanggut seperti Yesus, persis gambar-gambar Yesus yang pernah mereka lihat. Berkelebatlah cerita-cerita masa kecil mereka. Tubuh mereka bergetar dan menggigil.

“Siapa kamu?”

“Yesus,” kata lelaki itu.

Tubuh mereka benar-benar bergetar sekarang. Benar-benar menggigil. Dipandang lagi perawakan lelaki itu, lelaki itu benar-benar persis gambar-gambar Yesus yang pernah mereka lihat.

“Bohong.”

Lelaki itu diam dan mendekat ke wanita itu. Dipegangnya kepala wanita itu, diusap-usapnya luka itu karena lemparan batu tadi. Seketika, ketika tangannya berhenti mengusap, luka itu sembuh seperti keadaan semula.

Melihat itu, orang-orang tambah gemetar, tambah menggigil. Berkelebat lagi cerita-cerita masa kecil mereka. Orang-orang itu kemudian berlari, berlari sekuat tenaga, ada yang terjatuh, ada yang tersungkur, mereka saling dorong. Mereka berlari, berlari sekuat tenaga.
***
Dalam waktu singkat, cerita tentang lelaki itu menyebar. Hampir seluruh penduduk kota itu tahu, mereka semua menganggap dan percaya bahwa lelaki itu adalah Tuhan Yesus. Tuhan Yesus turun kembali ke bumi. Tapi mereka tidak tahu, apa alasan Tuhan Yesus turun kembali ke bumi. Apakah kiamat akan terjadi besok? Karena itu, mereka dirundung ketakutan sangat. Ataukah Tuhan Yesus turun kembali ke bumi untuk menebus dosa mereka lagi? Mungkin mereka sudah terlalu banyak berbuat dosa.

Karena itu, mereka mencari lelaki itu.
***
“Siapa kamu sebenarnya?”

“Yesus.”

wanita tempo hari itu tertawa, kemudian berkata, “Jangan melawak!”

“Saya bukan Sule. Dan sekarang saya tidak melawak, saya bukan pemain Opera Van Java, saya bukan anggota grup Bajaj, saya juga bukan pemain Srimulat. Dan sekarang saya tidak melawak!”

Wanita itu memandang perawakan lelaki itu kembali, sudah berkali-kali dia melakukannya. Hasilnya sama, lelaki itu memang persis seperti gambar-gambar Yesus yang pernah dilihatnya. Berkelebatlah lagi cerita-cerita masa kecilnya.

“Sudahlah, jangan melawak. Tidak lucu, “ sambil berkata begitu, tubuh wanita itu bergetar.

Lelaki itu menghela nafas, dipandangnya wanita di depannya. Kemudian dia berkata, “Saya manusia.”

“Benarkah? Apa kau bukan Tuhan Yesus? Tapi luka saya kok sembuh?”

Lelaki itu membuka sebuah kotak dari tas ranselnya, berisi kapsul dan obat-obatan, “Itu karena obat ini. Obat ini sangat manjur untuk menyembuhkan luka, bereaksi dengan sangat cepat.”

“Ouh. Karena obat itu luka saya sembuh?”

“Ya.”

“Dari mana kamu datang?”

“Saya dari kota seberang. Tadinya saya ingin membeli obat di pasar itu, untuk saya jual kembali. Kebetulan saya ini seorang tabib. Tapi karena ada kerumunan di pasar itu saya bergegas mendekat. Setelah membaca situasi, saya menolong kamu.”

“Terima kasih.”

“Kembali.”

“Apa kau benar-benar bukan Tuhan Yesus?”

“Saya manusia.”

“Benarkah?”

“Ya.”

“Kalau begitu, akting kamu sangat bagus. Persis seperti cerita masa kecil saya. Orang-orang kemarin benar-benar menganggap kamu Tuhan Yesus. Saya juga. Hebat.”

“Saya tidak sedang berakting!” Kata lelaki itu sambil memandang tajam wanita itu.

Mendengar itu wanita itu terdiam. Dia benar-benar tediam. Wanita itu terkejut. Tubuh wanita itu bergetar dan menggigil kembali. Dipandangnya perawakan lelaki itu lagi, Hasilnya sama, lelaki itu memang persis seperti gambar-gambar Yesus yang pernah dilihatnya. Berkelebatlah lagi cerita-cerita masa kecilnya. Jangan-jangan lelaki itu benar-benar Yesus.

“Be-be-narkah?”

“Ya.”

“Ja-ja-di benar Kau, Tuhan Yesus?”

“Ya.”

Tubuh wanita itu bergetar dan menggigil sungguh. Dipandangnya perawakan lelaki itu lagi, hasilnya sama, lelaki itu memang persis seperti gambar-gambar Yesus yang pernah dilihatnya. Berkelebatlah lagi cerita-cerita masa kecilnya. Di depannya telah berdiri Tuhan Yesus.

“Ke-ke-napa turun kembali ke bumi?”

“Untuk menebus dosa umat manusia.”

“Bu-bu-kankah dulu, sudah Tuhan Yesus lakukan?”

“Iya, sudah.”

“Ke-ke-napa melakukannya lagi?”

“Manusia sudah terlalu banyak berbuat dosa.”

“Be-be-narkah?”

“Ya.”

Tiba-tiba terdengar bunyi pintu didobrak, beberapa orang bersenjata lengkap masuk.
***
Di sebuah tanah lapang, wanita itu menangis memandangi seorang lelaki yang telah disalib. Di atasnya burung-burung gagak terbang berputar. Lelaki itu disalib seperti cerita di masa kecilnya. Wanita itu hanya bisa menangis sambil memandang lelaki itu. Dia menangis seperti tangis Maria Magdalena ketika Yesus disalib, seperti cerita di masa kecilnya.

Lelaki itu benar-benar disalib.

Dia adalah seorang manusia. Dia seorang tabib dari kota seberang. Tempo hari dia sedang melucu.***

Surabaya, Desember 2009-April 2010

No comments:

Post a Comment