mencoba saja

Saturday, April 17, 2010

Puisi perpisahan

Perpisahan seringkali mendatangkan kesedihan yang mendalam. Apalagi jika kita akan meninggalkan atau ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai. Ada perasaan berat, sedih, bahkan tidak sedikit yang putus asa. Beberapa orang yang mengalami kepedihan ini kadang menuangkannya dalam bait-bait puisi perpisahan.

Puisi perpisahan I

PERPISAHAN ~ Kahlil Gibran

Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan - seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran.

Betapa bijak Gibran menyikapi sebuah perpisahan. Makna mendalam, mengingatkan kita untuk tidak terus berduka dengan perpisahan. Justru, jarak yang memisahkan membuat kita melihat segala sesuatu dengan lebih indah.

Puisi perpisahan II

Bagaimana Bisa ~ Yustitia

Bagaimana mungkin

Mentari berkabung dalam selimut gelap

Sedang tak satupun angin bersenandung

Ratap perih menggema dalam kotak sunyi berduri

Ingin pergi

Ingin lalui

Namun tak satupun kuda hendak bergeming

Hanya diam

Tak bicara

24 januari 2009

Pada puisi perpisahan di atas, penyair sepertinya tidak menghendaki perpisahan. Gambaran kehidupan menjadi lebih gelap tergambar didalamnya. Ada keinginan untuk menyudahi perpisahan tersebut, namun apalah daya, ia tidak kuasa melakukannya.

Puisi perpisahan III

Keseorang ~ iben nuriska

Masih saja basah. Sepertinya puisi tak hendak

sampai ke tidur tak berigau ke jaga yang bara.

Api masih dipadamkan hujan.

Tak ada puisi bunga.

Selalu angin bawa awan hitam

di gantungan jemuran.

Masih saja basah.

Kapan kita akan bersajak

Seperti muda yang gagah

Seperti jelita dengan pesona

Seperti cinta dan asmara

Seperti wangi dari dupa

Mungkin pergimu adalah isyarat

Takkan dewasa anak selamanya dikepit ketiak.

Batu belah 110109

Pada puisi perpisahan ini, penyair menyatakan kesedihan dan luka mendalamnya dengan perpisahan. Tidak ada lagi masa untuk bersenang bersama orang yang dikasihinya. Namun ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari sini, bahwa seorang anak jika selamanya dalam pengawasan kedua orang tuanya. Bagaikan pohon besar yang tumbang, maka pohon-pohon kecil yang tumbuh dibawahnya akan berkembang lebih cepat. Begitu pula manusia, kedewasaan itu akan terbentuk manakala tidak ada orang tua yang menaunginya.

Puisi Perpisahan IV

KEPASTIAN ~ ' Gus Fet

Perpisahan adalah kepastian

Waktu berjalan, tak bisa di mundurkan

Berjalan pelan, tak bisa dimajukan

Kematian adalah keniscayaan

Tak bisa di tolak, tatkala ia datang

Tak bisa diminta, takala hidup bosan

Perpisahan...oh...kepastian

Kematian...oh...keniscayaan

Janji tuhan, pasti datang

Hari akhir adalah janji tuhan

Tak mengerti, waktunya kapan datang

Tak tahu diterima, nikmat atau siksaan

Perpisahan adalah kepastian

Kematian adalah keniscayaan

Pada puisi perpisahan yang bertajuk 'Kepastian' ini, penyair mengingatkan kita akan sebuah kepastian yang tidak seorangpun bisa menolaknya, yaitu : perpisahan dan kematian. Betatapun kita tidak menyukai kedua hal ini, namun inilah kehendakNya. Siapapun tidak bisa mengubahnya, maupun mengetahui kapan persis waktunya.




No comments:

Post a Comment