mencoba saja

Monday, September 27, 2010

Penantian

Aku sendiri di sini
Yang selalu Mengharap Hadir mu
Menanti Kasih sayang yang sempurna

Kian hari ku mengharap mu
Tuk mendampingi ku
Yang tak mampu menatap cinta lain
Yang tak sanggup berdiri s'perti dulu

Harus kemana lagi aku harus berjalan
Mencari dirimu yang penuh dengan cinta
Haruskah aku terus berjuang
Menelusuri ranjau yang penuh duri?

Aku tak mengharap lebih darimu
Hanya Cintamu yang kuingin
Hanya Kasih sayang mu yang harap

Andai takdir tak berpihak padaku
Berilah aku kesempatan tuk mencari nya
Mencari orang yang bersedia menggantikan mu
Walau berat rasa hati ini tuk menggantimu

Read More...

Sunday, August 29, 2010

Mimpi Kembar

: Clara Ng

DIA yang bercakap di koridor kantor: lelaki
yang kelak mempertemukanmu dengan mimpi
kembar. Kau dengar. Dia bertanya tentangmu,
dan  hari-hari pun mekar jadi penuh binar.

Bayimu tidak mati. Ia jadi buku. Ia
menulis cerita sendiri untukmu. Dan
diam-diam ia bacakan dalam mimpi
pertama: satu dari mimpi kembarmu.    

Halaman-halaman bukumu bulu-bulu
sayapmu. Kau melayang tinggi sekali.
"Aha, kita bisa terbang!" Ada kalimat
itu di satu mimpimu, mimpi lain itu.

*

Aku mau menemuimu, menyamar jadi malaikat,
dan kalau kuberi kartu - tak ada namaku di
situ - maukah kau untuk tak menghilangkannya? 
Karena, ah, kuakui saja,  itulah satu-satunya
kartu nama yang pernah kupunya.

Read More...

Saturday, August 28, 2010

Tak Ada Sajadah Panjang

 KITAB suci adalah brosur pariwisata, menjanjikan nirwana. Kita pelancong di dunia: surga yang gagal dan sementara.

Doa kita yang pendek, tak sampai ke loket tiket. Kita terseret jauh koper besar, bekal kita yang cuma sia-sia, ternyata.

Mahal sekalikah harga pelancongan ini? Kendaraan besar menunggu. Di depan pintu. Kita, memberi selangkah pun ragu.

Read More...

Kau Bukan yang Dulu Lagi

Serasah daun bambu. Aglonema liar. Sisa air hujan. Berudu ditinggal induk. Jejak kedidi. Suara keruang. Bulatan-bulatan bayang matahari   

Langit sisa hujan. Suara atap. Kucing mengendap-endap. Angin pelan ditahan dahan. Jendela lupa ditutup. Lampu teras padam. Kursi basah. 


 Buih mengelak arus sungai. Batu mandi. Ikan melompati langkah air. Daun jatuh lalu hanyut dan nanti tenggelam juga. Tak ada yang berduka. 


Ada berang-berang, menyeberang. Kura-kura mengayuh tubuh sendiri. Capung menjuntaikan gelagah, mempermainkan paras air. 


 Sumur kecil. Rumpun keladi. Pohon sirsak. Ular daun. Jingga dada kadal. Suara timba jatuh, menepuk muka air. Lalu gemericik. Siul hari. 
 

Read More...

Sepanjang Lorong Kenangan

BERAPA selam bisa kita menyelam ke dalam hati dalam? Hati adalah sumur tak berdasar, lorong tak berujung, umpama koridor cahaya.
 
Seperti wajahmu subuh, berpupur embun yang tak terbasuh. Matamu ujung rangka payung, tak habis meneteskan, anak-anak hujan. 

 
Seperti wajahmu siang, terlumur peluh yang miang. Tubuhmu mentah, matahari adalah arang, menyala di atas panggang. Hari segera jadi matang.  

Read More...

Saat Lelap Semalam, Saat Mata Memejam

Antonio Machado (1875-1939)

Selelap semalam, saat mata memejam
Mimpiku itu - kesalahan mengagumkan!-
ada musim semi menjelang datang,
ke dalam hatiku. Aku menyeru
di sepanjang lorong rahasia itu
O, air, untukkukah datangmu?
air bagi hidup baru
yang tak pernah kuminum itu?



Selelap semalam, saat mata memejam
Mimpiku itu - kesalahan mengagumkan!-
ada sesarang rumah lebah,
di sini di hatiku ini
Dan lebah-lebah emas
menyusun putih ruang-ruang sarang,
menyarikan manis madu
dari kesalahanku yang dulu.

Selelap semalam, saat mata memejam
Mimpiku itu - kesalahan mengagumkan -
Ada kobaran api matahari mengantar
cahaya ke dalam hatiku.
Itu kobar api, karena kurasa hangat
seakan ia datang dari satu hati,
Itu matahari karena ia memberi cahaya
dan membawa airmata ke dalam mata.

Selelap semalam, saat mata memejam
Mimpiku itu - kesalahan mengagumkan!-
pasti telah datang Engkau: Tuhan,
datang ke sini, ke dalam hati ini.


Last Night as I was Sleeping
Antonio Machado

Last night as I was sleepingku
I dreamt - marvelous error!-
that a spring was breaking
out in my heart.
I said along with secret aqueduct,
O, water, are you coming to me,
water of a new life
what i have never drunk?

Last night as I was sleeping
I dreamt - marvelous error-
that I had a beehive
here inside my heart
And the golden bees
were making white combs
and sweet honey
from my old failures.

Last night as I was sleeping
I dreamt-marvelous error!-
that a fiery sun was giving
light inside my heart.
It was fiery because I felt
warmth as from a heart,
and sun because it gave light
and brouhgt tears to my eyes.

Last night as I slept,
I dreamt-marvelous error!-
that it was God I had
here inside my heart.

:: Translated by Robert Bly






 

 
 

Read More...

Friday, August 27, 2010

Otopsikografi










 Fernando Pessoa

PENYAIR itu penyamar-pendusta
Betapa mahir ia berpura-pura
Bahkan ia samarkan pedih-duka
dari sakit yang nyata ia derita

Dan mereka yang baca kata-katanya
Merasa ada pada apa yang ditulisnya
Bukan pedih bukan duka yang ia punya
tapi rasa lain yang tak mereka rasa

Dan begitulah juga bekas jejaknya
adalah dia liuk-liku dalam dada
Mesin jam kecil pada kereta
periang rasa pada pikiran kita 

Read More...

Tuesday, August 24, 2010

Pablo Picasso
 SENIMAN adalah wadah emosi-emosi yang berasal dari semua tempat: dari langit, dari bumi, dari guntingan kertas, lintasan bentuk, dari jaring laba-laba.

Read More...

Friday, August 20, 2010

Belajar dari Gambar-gambar dalam Sebuah Kitab yang Tak Ada

AKU belajar bahasa api, sekali berkata, habislah terucap semua
Aku menguji isyarat rumah, rambu pengarah, rindu yang remah

Aku mencoba nawaitu batu, tidak ucap apa-apa, terpahami semua
AKU mengingat hakikat pagar, apa yang kutabrak dan kulompati

Aku mencatat filsafat angin, menggelincir senantiasa di udara licin
Aku tak mengerti kata diri, semua termulai dengan konon-konon      

Read More...

Engkau Bertanya Apakah Kiranya Umpama Sajakku

SAJAKKU gema suara pohon tumbang, di hutan rambung
Hati pukah ditumbuk bimbang, bait putus tak tersambung

Sajakku lekat getah di tangkai subuh, tetes tak tertampung
Hangat darah di tandan tubuh, bau uap pacau membubung

Sajakku penoreh padah-padah, penoleh padahal-padahal
Tabur pacai - serbuk cendana - di titik paduk dan padan

Read More...

Monday, August 16, 2010

Indonesia Kami

INDONESIA kami adalah kerja. Peluh tidaklah sakral, tapi pasti ada makna harga. Kami bangga menyimbahkannya di tubuh kami.
 
INDONESIA kami adalah taman. Tempat penat diteduhkan, cengkerama dipertukarkan, kami saling tepuk bahu kawan.
 
INDONESIA kami adalah gedung yang tak miring, nasib kami diperdebatkan dengan cerdas hati, peka akal, bukan ngorok dan dengus babi.
 
INDONESIA kami adalah panggung. Di sini kami nyanyikan lagu kami. Kami resitalkan sajak kami. Kami liukkan tari kami. Kami menjadi kami.
 
INDONESIA kami adalah ruang kelas. Kami bergantian mengajar dan belajar. Mengarifi sejarah. Menyikapi saat ini. Merancang masa nanti.
 
INDONESIA kami adalah studio. Tempat hasil kerja lapangan dimatangkan. Ide-ide besar diperam dan ditetaskan. Gagasan-gagasan diperdebatkan.
 
INDONESIA kami adalah ladang. Di subuhnya kami asah parang. Menebas gulma. Menebang semak samun. Menanam tumbuhan pangan.

INDONESIA kami adalah kantor, tak ada mesin daftar hadir. Kami kerja sepanjang hari. Merancang rencana. Menganggar biaya. Membagi bidang.

INDONESIA kami adalah rumah. Segala rasa memernah: resah kesal, marah sangkal, betah tinggal. Rindu yang asing pun kesini memaut alamat. 

Read More...

Friday, August 13, 2010

Sajak yang Baik

Dylan Thomas


SAJAK yang baik memperkaya realitas. Dunia nyata jadi berbeda ketika puisi diimbuhkan padanya. Sajak yang baik menolong alam semesta berubah wujud, menolong siapa saja meluas pengetahuan tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya - Dylan Thomas

Read More...

Tuesday, August 10, 2010

Selamat Menyambut Bulan Ramadhan

Puji Syukur Hanya untuk-Mu...
Tatkala ku tiba di malam penuh berkah,
Malam pertama kali pintu surga dibuka lebar,
Pertama kali pintu neraka ditutup rapat....

Inilah kesempatan kami untuk menjadi putih,
Dari hitam kelam yang menyelimuti hati...
Marhaban Ya Ramadhan...
Selamat Menyambut Bulan Ramadhan yang penuh berkah...

Oleh: Whandi
Situs : www.whandi.net

Read More...

Wednesday, August 4, 2010

Bukan Begini Seharusnya Aku Mengingat Ibu

SOAL SESAL. Waktu tak
ada padaku, waktu aku tak
ada. Waktu Ibu belum
duniakan aku. Waktu nanti
bumi jadi rahim ibuku.

PADAHAL PEDIH.
Melanglang lengang, aku
di padang pedang. Tubuh
basah, terbasuh darah.
Tak sudah sedih, tak
punah pedih, Ibu. 

PERIHAL PERIH. Kau
tak membagi sakit itu, Ibu,
padaku yang menjerit
juga, seperi kau halau
aku dari rahim rayamu.

Read More...

[KOLOM] Dia Sumbangkan 99 Persen Kekayaannya

Warren Buffet
Hari-hari ini, saya berpikir tentang uang. Bukan tentang bagaimana cara mendapatkannya, tetapi tentang betapa nisbinya benda itu, dan rasanya kini saya semakin realistis memandangnya.

Hari-hari ini saya berpikir tentang Warren Buffet, orang paling kaya sedunia, yang setelah dibujuk oleh Bill Gates, secara resmi menyatakan menyumbangkan seluruh kekayaannya untuk kegiatan sosial, untuk dana amal kemanusiaan (kecuali dia minta kurang dari 1 persen untuk disisakan!). Karena itu saya ingin sekali jadi orang sekaya dia!

Apa? Tidak percaya? Benar tidak salah, Buffet hanya minta kurang dari 1, satu, S.A.T.U persen. Janjinya ada disiarkan di Majalah Fortune Indonesia edisi perdana. Ia tulis sendiri. Janji saya: lebih dari 99 persen kekayaan akan digunakan untuk kegiatan amal semasa saya hidup atau setelah saya meninggal.

Buffet juga menimbau agar orang kaya di Amerika menjaminkan setidaknya separo dari kekayaan mereka untuk amal. Saya tak tahu berapa banyak orang yang menyambut imbauan itu. Tapi, itu sungguh terdengar sangat mulia.



Buffet sendiri, sudah sejak tahun 2006 memberikan teladan tentang kedermawanan. Ia sejak tahun itu secara bertahap menghibahkan sahamnya di Berkshire Hathaway, hingga terserahkan seluruhnya kepada yayasan filantropi, tanpa sisa lagi yang ia miliki. Saat ini, sudah 20 persen sahamnya tak di tangannya lagi. Dan selanjutnya, setiap setahun otomatis empat persen sahamnya ia sedekahkan. Bukan uangnya, tapi persen sahamnya, artinya si penerima, akan terus menerus menerima hasil dari saham itu.

“Saya tidak bahagia dengan keputusan itu,”  katanya. Ia tidak menyesal. Ia rupanya  tidak bahagia karena merasa belum banyak memberi, lalu ia ikrarkan tekad itu: menyerahkan lebih dari  99 dari seluruh kekayaannya.

Uang, sebenarnya tidak ada. Baiklah, uang itu ada, tapi abstrak! Uang hanya konsep. Konsep nilai, kata Richard Templar, dalam "The Rule of Wealth" atau “Kaidah-kaidah Kesejehateraan” (sebenarnya Templar melarang saya dan siapa pun yang membaca buku itu - dia menyebutnya Penganut Kaidah - memberi tahu orang lain bahwa saya adalah seorang penganut kaidah).

Pertanyaan Templar itu kira-kira begini: kalau saya pegang selembar uang Rp100 ribu, apa sebenarnya yang membuat lembaran itu bernilai 100 ribu? Ada serangkaian peristiwa sebelumnya. Ada serangkaian kesepatakan, tentang nilai-nilai. Ada kesepakatan dengan negara yang menetapkan nilai mata uang. Ada kesepakatan dengan bank sentral yang menetapkan lembaran tu bernilai Rp100 ribu.

Ada kesepakatan dengan lembaga yang mempekerjakan saya tentang berapa nilai tenaga dan waktu yang saya curahkan untuk memberi nilai pada lembaga bernama perusahaan itu. Saya tentu saja boleh tidak sepakat dengan itu.

Kalau uang itu adalah nilai, maka apa hubungannya dengan nilai-nilai yang lain? Nilai kesalehan sosial seseorang? Nilai yang saya peroleh ketika saya menolong dengan tulus?

Kawan saya membantah saya. Kata kawan saya itu, "sekarang semua diukur dengan uang! Kita bisa ditinggikan atau direndahkan orang tergantung berapa uang yang kita simpan."

Kawan saya ada benarnya. Saya tak bantah dia. Uang, karena kelenturannya, karena kemudahan konsep nilainya, akhirnya menjadi alat ukur perantara nyaris untuk segala hal. Dan memang untuk itulah dia ada: sebagai alat tukar. Ah, satu lagi alasan untuk tak terlalu mendewakan uang. Ia ternyata memang hanya alat. Alat tukar.

Uang, sekali lagi itu adalah kesepakatan yang kita sering lupa bahwa itu "hanya" kesepakatan. Artinya, kita bisa tidak sepakat. Saya mengingat beberapa peristiwa dulu, yang memapar ke saya bagaimana  kesepakatan itu bisa diabaikan.

Dulu, ketika bekerja membangun hutan tanaman industri, kamp kami dekat dengan perkambungan suku Dayak. Mereka kerap datang membawa sayur, buah, dan minta ditukar dengan barang saja: gula atau garam.  Primitif? Tidak, uang tak bernilai di tangan mereka, karena itu, dengan cara itu mereka menolak kesepakatan memegang nilai-nilai uang itu. Sepadankah garam dan gula dengan sayur yang mereka berikan? Itu soal lain. Itu soal kesepakatan lain. Bagi mereka, itu sepadan.

Ada batas-batas lain, yang dengan amat mudah, membuat uang jadi tidak berdaya. Misalnya, saya punya uang ratusan juga. Jumlah  yang cukup untuk membayar harga sebuah rumah yang saya inginkan. Tapi, si pemilik tidak ingin menjualnya, atau sudah menjual ke orang lain. Saya dan uang saya benar-benar tidak berdaya. Uang saya tidak bisa memenuhi hasrat saya untuk memiliki rumah itu.

***

Hari-hari ini saya memabaca Warren Buffet dan saya ingin kaya. Apakah kaya? Bagi Buffet, kaya itu sepertinya adalah: dia tidak cemas lagi dengan apa saja. Ia tak cemas lagi dengan bagaimana ia harus menjalani sisa hidupnya. Ia tak cemas lagi, bagaimana masa depan tiga anaknya. Kaya, bagi Buffet bukan memiliki banyak benda.

“Anak-anak telah menerima jumlah yang signifikan untuk kebutuhan mereka saat ini dan masa datang,” kata Buffet, dan yang penting, tiga anaknya itu bukanlah anak orang kaya yang manja. “Mereka hidup nyaman dan produktif,” kata Buffet.

Salah satu anaknya, menjadi musisi. “Saya tak melarang, saya dukung dia, tapi saya tak akan pernah memberi dia modal untuk rekaman,” kata Buffet.

Masa depan, dan anak-anak. Itu yang sering mencemaskan kita. Buffet telah mengatas kecemasan itu. Dan kini, baginya  aset yang paling berharga adalah waktu. Ya, waktu. W.A.K.T.U.  “Ikrar ini (menyumbangkan 99 persen dari seluruh kekayaannya), tak membuat saya menyumbangkan aset paling berharga, yaitu waktu,” katanya. Dia malah bisa mendapatkan waktu lebih banyak. Sesungguhnya, tidak mudah bagi Buffet untuk menjadi kaya, mengumpulkan nilai kekayaan yang berkali-kali menempatkannya dalam urutan pertama orang terkaya di dunia. “Saya telah bekerja!” katanya. Dan ia percaya pada keberuntungan. Dan kini ia ingin mengembalikan itu kepada yang lebih memerlukan. Itu yang ia perlukan, bukan lagi uang atau benda.  

“Sering terjadi, koleksi harta malah berbalik memiliki si empunya,” kata Buffet. Harta, rumah lusinan, pesawat pribadi bisa jadi beban. Buffet melepaskan semua itu. Ia mengubah gaya hidupnya.

Selain waktu, Buffet amat sadar, ia punya aset lain yang tak teruangkan, katanya, “Aset saya yang paling bernilai, selain kesehatan adalah berkumpul bersama teman-teman lama.”

Kawan saya bilang, “Buffet kan sudah kaya, sudah bosan dia jadi orang kaya”. Saya kali ini ingin membantah kawan saya itu. Benarkah dengan apa yang ada pada saya sekarang, pada keadaan saya sekarang ini, benar-benar tak ada yang bisa saya berikan pada orang lain yang membutuhkan? Saya memang masih mencemaskan masa depan saya dan istri saya nanti. Saya juga masih belum pasti dengan masa depan anak-anak saya dan saya bekerja keras untuk itu. Tapi, rasanya, banyak yang saya bisa berikan, tidak perlu menunggu sekaya Buffet dan tak harus memberi sebanyak yang sanggup ia berikan.[]

Read More...

Monday, August 2, 2010

Dihatiku Selalu Ada Cinta

T'lah lama ku mengarungi lembah-lembah berduri
Yang terus menusuk kalbu ku
Sehingga membuatku rapuh tak berdaya
Seakan hidup ini tak ada gunanya

Tapi... Ku yakin...
Semua itu hanya ujian
Semua itu bak permainan hati
Yang membuat hidup ini tak yakin akan cinta

Ku tak pernah menghapus cinta ini
Ku tak kan pernah membuangnya
Karna... dihatiku selalu ada cint
Dihatiku selalu ada asa untuk mencintai dan dicintai

Ditulis Oleh: Whandi
Situs: www.whandi.net

Read More...

Saturday, July 31, 2010

Ku kan Selalu Menanti mu

Aku sendiri di sini
Yang selalu Mengharap Hadir mu
Menanti Kasih sayang yang sempurna

Kian hari ku mengharap mu
Tuk mendampingi ku
Yang tak mampu menatap cinta lain
Yang tak sanggup berdiri s'perti dulu

Harus kemana lagi aku harus berjalan
Mencari dirimu yang penuh dengan cinta
Haruskah aku terus berjuang
Menelusuri ranjau yang penuh duri?

Aku tak mengharap lebih darimu
Hanya Cintamu yang kuingin
Hanya Kasih sayang mu yang harap

Andai takdir tak berpihak padaku
Berilah aku kesempatan tuk mencari nya
Mencari orang yang bersedia menggantikan mu
Walau berat rasa hati ini tuk menggantimu

Penulis: Whandi
Website: www.whandi.net

Read More...

Friday, July 30, 2010

Ibarat Air di Daun Keladi

AKU daun keladi, kau air. Aku  mungkin bisa membungkus kau,
tapi hanya lewat akar aku bisa meresapkan kau ke dalam aku.

Aku Kaci, kau Cindai. Bersanding tentu kita tak padan. Tapi, bila
kau perkenankan aku mengemasmu, agar kau tak tersentuh debu.

Aku Punguk, kau Bulan. Rinduku tak pernah akan sampai, tapi bila
kau purnama, aku bahagia, kau cipta juga bayanganku di tanah itu.  

Read More...

Aku Begini, Engkau Begitu

AKU telanjang kaki petani, terlulur lumpur, terbasuh air kali; Engkau adalah silau cahaya, singkap betis bidadari.     

Aku Anjing Pasar, tak melolong karena perut kosong; Engkau meringkuk, manja, Kucing Angora, bahkan mungkin tak tahu apa lapar itu.

Aku rumput gelagah. Tegak memijak, di lumpur basah. Engkau Anggrek Bulan, nun di punjung dahan, kanopi hutan.

Aku  Kelelawar buta, menangkap rahasia suara, menabraki segala gelap. Engkau Kupu-kupu Raja, di sayapmu Tuhan jadi perupa tak bubuhkan nama.

Aku Kecubung, merunduk, ungu murung. Engkau Bunga Matahari: kuning yang terang, menantang arah terang.

Read More...

Wednesday, July 28, 2010

[KOLOM] “Saya Ikhlas Masuk Neraka,” kata Ciputra

Ir Ciputra

Dengan surga, Tuhan ingin memanjakan kita. Dengan dunia, Tuhan tak ingin kita malas.

DI Hotel Ciputra, Jakarta, pekan lalu, saya bertemu dengan Ciputra. Dia bicara di depan Forum Pemimpin Redaksi Grup Jawa Pos. Dia menghasut kami tentang entrepreunership, suatu kata yang ia rumuskan dengan sederhana sebagai upaya mengubah rongsokan menjadi emas.

 Saya menjadi pemandu diskusi dengannya, pagi itu. Pagi ketika, ia harus mengorbankan kebiasaannya, sehingga hari itu ia harus bangun pagi, agar tak terjebak macet dalam perjalanan dari rumahnya di Bukit Golf, Pondok Indah, menemui kami.

Di panggung rendah kami duduk berdua. Tapi, sofa empuk yang disediakan tak ia duduki. Terlalu rendah tampaknya. Ia tak nyaman duduk dengan menekuk lutut dalam sudut sempit. Ia minta kursi biasa yang lebih tinggi, dan duduk di sana, kakinya bisa selonjor.

“Saya ikhlas masuk neraka. Asal jangan disiksa. Kenapa? Karena banyak yang bisa saya kerjakan di sana,” kata Ciputra. Ini kalimat mengejutkan, secara khusus saya mencatat kalimat itu.



Apa arti kalimat itu? Bagi Ciputra, hidup adalah kerja keras. Ia pernah hidup amat kekurangan. Karena itu ia tak ingin bangsa ini miskin.

Selama dua tahun saat usia enam hingga delapan tahun, ia dititipkan pada tante-tantenya. Ia diperlakukan “kejam”. Ia harus membersihkan tempat ludah, dan mengerjakan hal-hal lain yang berat dan kotor.

Pada saat Ciputra berusia 12 tahun, ayahnya Tjie Siem Poe, ditangkap oleh tentara Jepang, tuduhannya: menjadi mata-mata Belanda, lalu wafat di dalam penjara di Manado. Hanya kabar kematiannya yang sampai, di mana jenazah itu dimakamkan tak pernah diketahui. Ingatan saat ayahnya melambai, dan tangisan ibunya, tak pernah terhapus dari benak Ciputra.

Tanpa kepala keluarga, keluarga itu menghadapi hidup berat. Mereka bertahan hidup dengan hasil dagang kue. Ciputra kecil, mengurus sapi piaraan, sebelum ke sekolah, jalan kaki 7 km. Toko kelontong yang jadi andalan hidup keluarga itu sudah ditutup paksa oleh Jepang, saat sang kepala keluarga diciduk.

Ciputra adalah optimisme. Ia – dengan bahasa sendiri – mengatakan, yakin bisa mengubah penderitaan menjadi kemakmuran. “Untuk menuju ke sana, saya menempuh perjalanan sulit: terjal, berbatu-batu, dan berduri,” katanya.

Ciputra yang akrab disapa dengan nama Pak Ci, lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan.

Setamat SMA, bungsu dari tiga saudara itu merantau ke Jawa. Ini adalah langkah besar yang mengubah kehidupannya. Dengan kerja keras ibunya, ia masuk Jurusan Arsitektur ITB, Bandung. Belum lulus, dia sudah buka biro konsultan arsitektur. Itu harus ia lakukan, karena itulah satu-satunya cara ia bertahan. Sejak tingkat dua, ibunya tak lagi kirim biaya kuliah.

Setelah lulus, ia hijrah ke Jakarta. Tahun itu, 1960, ia setengah menggelandang, bersama istrinya yang sudah ia kenal sejak SMA di Manado, dari losmen murah satu ke losmen lain.

Ciputra tidak mencari kerja. Ia bisa yakinkan Pemerintah DKI untuk membuka perusahaan daerah. Awalnya, PT Pembangunan Jaya, perusahaan yang kini punya 20 anak perusahaan dan 14.000 karyawan itu, hanya diurus lima orang, termasuk Ciputra yang menjadi direktur, hingga kelak menjadi direktur utamanya. Inilah perusahaan yang berhasil mengubah daerah seram Ancol menjadi kawasan pelancongan kelas dunia.  Lalu, selebihnya adalah sejarah, Ciputra sukses mengembangkan tiga kelompok usaha besar.  

“Saya tak tahu di mana ijazah sarjana saya,” kata Pak Ci. Ia sendiri, menantang lulusan Universitas Ciputra – sekolah yang ia dirikan dan tahun ini akan meluluskan angkatan pertama – untuk melaminating saja ijazah sarjana, membingkainya lalu gantung di dinding. Tak usah dipakai untuk melamar kerja. Jadikan kenang-kenangan saja bahwa mereka pernah kuliah.

“Saya tantang mereka menjadi entrepreuneur,” kata Ciputra. Ini bukan tantangan kosong, sebab si penantang adalah orang yang 50 tahun yang lalu, telah melakukan hal yang sama.

Ada kisah lucu soal ijazah itu. Suatu hari Dian Sumeler, istrinya, menemukan ijazah itu dan mengingatkan Ciputra, betapa itu benar-benar tak pernah dipakai untuk mencari kerja. Bukan ijazah itu hal yang paling penting . “Hal terpenting yang saya dapat dari ITB adalah kreativitas,” katanya. Kreativitas di bidang arsitektur itulah yang melengkapi kemampuannya menjadi entrepreneur. Bukan ijazahnya.

Ciputra yakin, bangsa ini bisa diselamatkan dengan semangat entrepreunership. Ia kerap mengutip David McClelland, suatu yang ia yakini benar bahwa suatu bangsa akan makmur jika mempunyai entrepreneur sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk. Indonesia? Sekarang hanya ada 400 ribu pengusaha yang bisa dikelaskan sebagai entrepreneur, hanya 0,18 persen. Harusnya kita punya 4 juta lebih! Sangat kurang.

Seperti sering diakuinya, ia tak pernah merasa sukses. Ia yakin, jika ia sudah merasa berhasil, maka kreativitas akan mandek. Itulah mungkin penjelasan dari kalimatnya soal surga dan neraka yang saya kutip di atas.

Jika surga ibarat kursi nyaman, duduk menikmati hasil, dan neraka adalah tantangan yang harus dijawab dengan kerja, Ciputra memilih neraka. “Asal jangan disiksa, dan banyak yang bisa saya kerjakan di sama,” kata kakek sembilan cucu itu.

Ya, bagi Ciputra kerja adalah kemuliaan. Bekerja baginya jauh lebih mulia daripada duduk menikmati kenyamanan.  "Bangkitkan kepercayaan. Tidak boleh larut dalam keputusasaan. Inilah pentingnya punya integritas, punya karakter, punya mental juara," kata Ciputra.

Dan etos kerja itu ia tularkan. Ia ajarkan, secara langsung, juga lewat sekolah dan universitas formal. “Kalian adalah cicit murid saya,” katanya.

Chairman Jawa Pos Grup, Dahlan Iskan - orang yang dengan gagasannya dulu tentang jaringan koran lokal - memungkinkan kami, para pemimin redaksi Koran di grup ini berkumpul di Jakarta, di Hotel Ciputra, di hadapan Ciputra,  pernah berkata begini, “Etos kerja keras itu di Jawa Pos grup ditularkan oleh Eric Samola kepada saya. Pak Eric mendapatkannya dari Ciputra.”

“Kalian adalah entrepreneur. Orang-orang yang berpikir dengan entrepreneurship. Kalau tidak, tak mungkin jaringan koran ini jadi sebesar sekarang,” kata Pak Ci.

Dan itu adalah proses yang terus-menerus dan makan waktu. “Saya mendidik Eric selama sepuluh tahun. Dahlan dididik Eric juga sepuluh tahun,” katanya. []

Read More...

Saturday, July 24, 2010

Kebahagiaanku

Kali ini ku harus membuat semuanya nyata...
ku akan kembali kepadanya meski hanya tuk sementara...
ku ingin mengingat kenangan masa2 lalu
yang tak kusadari adalah masa laluku
yang bahagia dan tak kan pernah ada gantinya...

kini ku akan pergi menjemput impian
yang siap menanti ku hadir disisinya...
Walau semua ini tanpa adanya rencana...
karena ku tahu ini adalah kuasa dan takdir-Nya...

Ku tak biasa tanpanya...
ku harus tetap berada disampingnya...
tuk meraih masa depan dan kebahagiaan yang saat ini sirna...

Ditulis Oleh: Whandi
Situs: whandi.net

Read More...

Friday, July 23, 2010

Teh Limau Setengah Gelas

AKU bernaung dari tangis, kau menuang airmata, manis.

Wajahmu basah hujan, tubuhku resah jalanan. Hatiku
bunga jeruru, tanganmu berdarah, di sepetik situ.


Pada beberapa lepau, di jejak lampau, kita singgah, 
tak bisa menghindar dari saling sanggah; tubuhmu
membantah tubuhku. Luluh. Peluh. Tak tersengguh.

Remuk gagang pintu, aku mengungu, kamar menunggu.

Selalu saja, hanya sisa setengah, teh limau, seduh
bersudah-sudah, di gelas yang hendak segera pecah.

 

Read More...

Thursday, July 22, 2010

Mempelai yang Tak Pernah Kujelang

Kau yang mengunci sunyiku, kau yang tahu apa yang paling kutakuti: keberanian menumbuhi kau, sebagai benih yang tak akan berbuah padamu.

Ladang itu: hati pagiku, tangan siangku, mata petangku, tubuh malamku. Ladang itu: tugal tangisku, tadah hujan airmataku.

Aku seperti menunggu saat meminang: dengan mahar diri sendiri dan seperangkat hidupku ini. Kau: mempelai yang tak pernah kujelang.

Read More...

Tuesday, July 13, 2010

Kenangan Terindah Kita

Aku yang tak pernah mengharap cinta yang lain
Berharap cinta yang terjalin akan kekal
Bersama kasih sayang yang ku punya
Hanya untuk kau yang ku cinta

Kau yang dulu menjadi bidadari hidupku
Yang slalu membuat ku bahagia
Meski banyak dilema dalam hatiku

Kini semuanya hanya kenangan
Meskipun pahit yang kurasakan saat ini
Tapi kau tetap yang terindah
Tetap bernaung kenangan saat bersama mu dalam benakku

Aku takut.....
Tidak pernah merasakan belai manja spertimu lagi
Yang mampu membuatku terbang
Merasakan setiap sentuhan yang membakar cinta dan asaku

Ditulis oleh: WhandiDotNet
Website : www.whandi.net

Read More...

Friday, July 9, 2010

[fotograpuisi] Kanvas yang Sutra, Cat yang Cahaya

 Julie Estelle, foto: Jerry Aurum

DIA kanvas yang sutra, dia cat yang cahaya,
Kau pelukis berkuas bening, lensa yang kaca

Segala seperti mewarna sendiri, sisi komposisi

Penghampar alas jingga, dinding ranum marun

Warna tubuh yang tak akan bisa kita beri nama.

Bibir tak bertabir, tapi seakan ia menahan kata:
sependam rahasia ia kabarkan, bila kala itu tiba
mungkin kau-aku harus waspada pada itu mata.

Tapi, dia kanvas yang sutra, dia cat yang cahaya.

Read More...

Thursday, July 8, 2010

Semacam Rencana

 Joko Anwar 

Piyu Padi

Julie Estelle

INGIN menyajakkan foto-foto dari buku jepretan fotografer "bermata emas" Jerry Aurum.

Read More...

G1RLz in My Live

Q Tenggelam dalam Palung Pesonamu
Dalam Torehan dalam rOna Merah Cakrawala Wajahmu
Se – Akan Tangis dan tawa Menyatu
Yang T’akan terpisahkan Gelombang Samudera Cemburu

Q terjatuh dari K’tinggian tatapan Matamu
Dalam Pancaran Lukisan binar Purnama di K’dalaman Indah Matamu
Se – Akan Terhipnotis kilau Senyumanmu
Yang T’ akan Terhapus Dinginnya Embun- embun Pagi’

Q terjerembab Semak belukan di Untaian Hitam Rambutmu
Dalam Rengkuhan Sayap-sayap Lembutmu
Se – akan terbang di Hembusan Nafasmu
Yang T’akan Terhempas Tiupan Asmara

Aq tau,….
Aq T’lah jatuh Dalam Jurang Cintamu
Kala Q tOrehkan Namamu Di setiap daun Di iStama Mimpiq
Dan Di Stiap Tetesan Darahq……

Read More...

Hati Gaduh

sebentar saja mengingatmu
secepat itu cepat landas hilang
sebentar saja melupakanmu
sekilat itu tak di duga datang
apa mau hati tentang gejolak

Tanpa mukadimah cinta menendangku angkuh
makin berlari, makin tersungkur pula
di lubang terjebak hitam mulai memerah
tampak buram adanya cahaya hilang
langit menopang agar aku tidak jingga

sang perempuan menawar enggan
menghibur udara sedih sekeliling
kosakata tak biasa ku dengar lugas
bahwa dia memantik tidak dengan harapan
dengan cara lain dia hidup pada hidupku

pada satu sachet kopi tak murni
aku mulai menjumpainya dengan sapa
berbeda dari yang biasa, memang
itu awal aku menegur dengan canda
manis sekali ketika itu…
seperti kopi baru ku seduh

dengan buku aku memberi harga
menyampaikan pesan yang benar-benar
apa yang terjadi dengan indera
sinar yang mengemplang hati
bagai morse mulai berisyarat

entah mengerti atau tidak satupun
pesan singkat memanggil paksa
bicara akan isi buku yang dalam
sekedar itu saja tanpa bahasan lain
atau …….

waktu berlari menjadi khusus
berlanjut hilang ketika satu hilang
suara kadang ada atau tidak menjawab
sangat perih untuk masing-masing
merasa hilang lalu menjadi gelisah

Romansa ber-entah terjalin abu-abu
memangkas sedikit waktu ku
hati yang bergejolak gaduh
memanggilnya paksa tanpa perintah

dalam hati yang gaduh
dengan cara lain dia hidup dalam hidupku
seperti kopi yang baru ku seduh
sangat manis sekali ketika itu
awal aku menegurnya dengan canda
pada satu sachet kopi tak murni

dalam hati yang gaduh
aku menunggu sinar….
benderang……
dan gemerlap…

Read More...

Waktu

Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.


Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?

Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?Tapi jika di dalam pikiranmu harus mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.

Read More...

Puisi Persahabatan

Untaian katamu ternyata palsu
Janji indah telah kau ingkari
Untuk terus menjadi sahabatku

Tahukah kau sobat???
Bahwa segala luka yang menyobek hatimu
Dapat juga ku rasakan dan menusuk jiwaku
Bahwa darah yang menetes dari luka itu
Seiring air mata yang mengalir di pipiku

Sadarkah kau sobat???
Bahwa kepedihan yang selalu tampak di wajahmu
Adalah mimpi terburuk yang membebaniku
Bahwa sikap dinginmu untukku
Adalah pedang yang terus menghujam dadaku

Dulu secercah tawamu yang indah
Selalu menggelitik jiwaku untuk tersenyum
Tapi kini semua tlah berubah
Dan bukan lagi kebahagiaan
Yang mampu kau berikan padaku
Karena sahabat…
Kau khianati aku
k au cemari ikatan kita
Kau dengan mudah melepas jemariku
Padahal kau melihat aku
Rapuh tanpa kau di sampingku

Mengapa kau rusak hubungan ini???

Kawan…..
Engkau telah mengisi hari hari ku
Dengan canda tawamu
Nampak wajahmu ceria nan rupawan

kawan…...
begitu bertartinya kau dalam hidup ini serasa hampa jika kau tak disisi

Kumelangkah tanpamu disampingku
Serasa diruang tak berpenghuni
Walau kuberada dikeramaian
Rasa linglung jika kau tak menemani
Tak tahu berbuat apa
Tanpamu disisi

Kawan…....
Kaulah tempat curahanku
Tempat curahan dari segala gundahku
Kapanpun dimanapun bagaimanapun
Dalam keadaan apapun
kau….selalu ada untukku
Selalu ada disetiap kubutuh

Kawan…......
begitu besar jasamu
Kata terimakasih tak cukup membalas jasamu

Kawan….
Betapa besar jasamu
Tak dapat diungkap dengan kata
Andaikan air laut sebagai tinta
Bahkan seisi bumipun tak cukup sebagai tinta
Untuk menuliskan jasamu

Kawan….....
Kuingin selalu bersamamu
Rasa tak ingin kulalui waktu tanpamu

Sahabat terkadang bisa buat kita senang
Tapi sahabat juga bisa membuat kita terluka
Dikala engkau senang
Dikala engkau sedih

Sahabat…,
Kenapa engkau hadir dalam hdupku
Kenapa engkau membuatku menangis…?
Kenapa engkau tersenyum dalam tangisku?
Begitu mudahnya kau melupakan persahabatan kita…
Sia-sia kita bina persahabatankita ini
Selamat tinggal sahabat sejatiku…

Persahabatan tak butuh keajaiban,,
Yang ada hanya sebuah kebersamaan
Untuk selalu terus berjalan

Persahabatan bukan permainan
Bukan pula sebuah ujian
Juga bukan sebuah hayalan
Persahabatan adalah jembatan
Untuk mencapai sebuah tujuan

Persahabatan selalu berharap
Semua teman memperoleh kebahagian
Persahabatan adalah sebuah perwujudan
Kasih sayang yang terlewatkan
Cinta yang tak terungkapkan

Persahabatan. . .
Selalu berbuah kebahagiaan
Karena persahabatan takkan hilang termakan zaman

Kau adalah sahabatku teman pelipur laraku
Bersamamu aku bisa ber bagi cerita indah
Cerita tentang kegagalanku
Dan dengan mu pula aku bisa tuangkan segala keluh kesahku

Sahabat…
Saat kau sedih aku menangis
Saat kau terluka hatiku tercabik
Saat kau gundah aku selalu resah

Sahabat. . .
Jangan kau anggap aku orang lain
Aku adalah dirimu
Aku adalah saudaramu
Aku siap korban kan jiwaku agar kekal persahabatan kita

Teman itu seperti bintang
Tak selalu nampak
Tapi selalu ada dihati…

Sahabat akan selalu menghampiri ketika seluruh dunia menjauh
Karena persahabatan itu seperti tangan dengan mata
Saat tangan terluka, mata menangis
Saat mata menangis, tangan menghapusnya

Kuatkah aku menjalani ini.?
Kebersamaan kita memang indah
Bahkan terasa sangat manis


Kau teman berbagiku
Kau tempat ku curahkan resah dan gelisahku
Bercanda dan tertawa bersama
Menghangatkan tubuh dan jiwaku

Tapi. . .
Dalam tawa itu aku menjerit
Dalam kehangatan dekapanmu aku menggigil

Kau teman terbaikku
Tapi bukan pemilik cintaku

Read More...

Kerinduan Abadi

Mencoba lepaskan beban
Kutulis sebait lagu tentang kerinduan
Terpendam dibatas jarak yang memisahkan
Jujur ingin aku bertemu

Mencoba lukiskan bayang
Selintas wajah gadis yang kurindukan
Di awan kugoreskan imaji dan bisikkan
Tetap setia padaku

Betapa berarti
Sesaat pertemuan kita
Obati rindu sekian waktu lamanya
Hanya hati
Setia pada cinta dijiwa
Kan membawa ini jadi selamanya


Read More...

Ketika Aku Merindukanmu

Ketika aku merindukanmu…
Kutuliskan semua rasa yang ada
Kucoba rangkai menjadi bait-bait puisi indah
Seadanya rasa ini, sedalamnya hatiku

Ketika aku merindukanmu…
Tak terasa tetes airmata jatuh di pipiku
Dikala tak sedikitpun dapat kutemui adamu
Lirih pun tak kudengar suara manismu

Ketika aku merindukanmu…
Aku ingin waktu berputar ke masa lalu
Saat dimana aku ada disampingmu
Ketika dirimu belum pergi dari kehidupanku

Ketika aku merindukanmu…
Langit yang biru pun terasa kelabu
Panas mentari tak mampu hangatkan jiwaku
Tak ada rasa indah dalam kehidupanku

Ketika aku merindukanmu…
Berjuta angan inginkan kembali kehadiranmu
Walau harus berjalan jauh menjemputmu
Kurela demi bahagianya hatiku

Ketika aku merindukanmu…
Semua langkah tanpamu terasa kaku
Tak ada tawa terlahir serenyah bersamamu
Hidup sepenuhnya terasa pilu

Ketika aku merindukanmu…
Ingin rasanya aku menuruti semua egoku
Raih bahagiaku, mungkin acuhkan bahagiamu
Syukurku, ketika merindukanmu tak ku lakukan itu

Ketika aku merindukanmu…
Kutatap langit, kulihat engkau menatapku
Kutatap air, kuingat kenangan bersamamu
Kutatap hidupku, begitu kosong tanpamu

Ketika aku merindukanmu…
Aku bersedih kala teringat dia disampingmu
Begitu ingin kuhapuskan kerinduan ini
Namun hati masih ingin mengharapkan kembalimu

Ketika aku merindukanmu…
Berjuta tanya menyeruak dipikiranku
Adakah juga kau rasakan kerinduan padaku
Tak terbersitkah keinginan bertemu lagi denganku

Ketika aku merindukanmu…
Tak sedikitpun kusesali pertemuan awal itu
Tak ada hasrat untuk memisahkanmu
Tak ada rasa ingin membelenggu jiwamu

Ketika aku merindukanmu…
Ratusan malam kuhabiskan menunggu
Banyak mimpi kutabur di taman hatiku
Berharap esok kau berdiri di depan pintu hatiku

Ketika aku merindukanmu…
Terkadang datang ragu, coba tepiskan indahmu
Terkadang kupeluk bayangmu yang semu
Kutatap fotomu, berharap engkau melihatku

Ketika aku merindukanmu…
Berjuta penyesalan hadir atas semua khilafku
Berandai dapat kuperbaiki masa lalu
Seandainya dapat, kutata ulang kehidupanku

Ketika aku merindukanmu…
Terselip tanya “adakah kau menyesal mengenalku ?”
Terselip tanya “tak bisakah kau miliki saja diriku ?”
Terselip tanya “begitu mudahkah hapuskan diriku dari kehidupanmu ?”

Ketika aku merindukanmu…
Setengahnya kumerasa malu, karna mungkin hanya aku
Di sampingmu bukan diriku, mungkinkah dipikirmu ada diriku
Hingga dihatimu, masih bisa merindukan sosok lemahku

Ketika aku merindukanmu…
Hanya ungkapan rasa ini yang kumampu
Meski takkan pernah dapat menjadi obat bagiku
Sedikitnya melepaskan sedikit rasa dari hatiku

Ketika aku merindukanmu…
Kurelakan semua rasa sayang ini menunggu
Kubiarkan diri ini mengenang memori masa lalu
Kuyakinkan hatiku jangan memilih tuk ragu

Ketika aku merindukanmu…
Harapan tumbuh, serasa ku mampu sendiri dulu
Kubiarkan hati putih tanpa debu cinta yang lain
Mencoba buktikan betapa setianya diriku

Ketika aku merindukanmu…
Kuberikan semua rasa sayang yang tulus untukmu
Kuhapus ingatan tentang ketaksempurnaanmu
Kuyakinkah hati sesungguhnya kita adalah satu

Ketika aku merindukanmu…
Kusadari betapa lemahnya diriku tanpamu
Kuteringat betapa kasarnya diriku dulu
Betapa ingin memohon dirimu kembali padaku

Ketika aku merindukanmu…
Kucoba merangkai semua imaji bahwa kau pun merindu
Kucoba bermimpi kau pun memimpikan keberadaanku
Kucoba menunggu, buktikan takdir dan inginku

Ketika aku merindukanmu…
Tak kuasa logika atas semua rasa dalam hatiku
Tak kuasa raga atas keberadaan jiwa lemahku
Tulus mencintaimu, dari ketidaksempurnaanmu

Ketika aku merindukanmu…
Kupintakan dirimu sehat s’lalu hingga batas waktu
Berkhayal kelak dapat kulihat kembali sosok indahmu
dan kudengar lagi… suara manja dan manismu

Ketika aku merindukanmu…
Kuterpaku dengan kata-kata cinta dan setia
Tulus dan tanpa harus dirasa oleh berdua
Hingga sering membuatku menjadi rapuh

Ketika aku merindukanmu…
Menjadi seperti inilah diriku
Terlihat jelas seluruh isi hati dan pikiranku

Hanya karena aku merindukanmu…
Kurasakan putih dan tulusnya cinta
Indahnya memberi, teguhnya rasa
Bagaimana hati mencoba setia

Ketika aku merindukanmu…
Rindu hanyalah satu-satunya kata di hatiku


Read More...

Puisi Untukmu Ibu

Di kala resah ini kian mendesah dan menggalaukan jiwaku
Kau ada di sana …
Di saat aku terluka
hingga akhirnya…tercabik-cabiklah keteguhan hatiku
Kau masih ada di sana…

Ketika aku lelah dan semangatku patah untuk meneruskan perjuangan,
terhenti oleh kerikil –kerikil yang kurasa terlampau tajam
hingga akhirnya aku pun memilih jeda!!!
Kau tetap ada di sana…
memberiku isyarat untuk tetap bertahan

Ibu…kau basuh kesedihanku, kehampaanku dan ketidakberdayaanku
“Tiada lain kita hanya insan Sang Kuasa,
Memiliki tugas di bumi tuk menegakkan kalimatNya
Kita adalah jasad, jiwa, dan ruh yang terpadu
Untuk memberi arti bagi diri dan yang lain”
Kata-katamu laksana embun di padang gersang nuraniku
memberiku setitik cahaya dalam kekalutan berfikirku
Kau labuhkan hatimu untukku, dengan tulus tak berpamrih

Kusandarkan diriku di bahumu
Terasa…kelembutanmu menembus dinding-dinding kalbuku
Menghancurleburkan segala keangkuhan diri
Meluluhkan semua kelelahan dan beban dunia
Dan membiarkannya tenang terhanyut bersama kedalaman hatimu

Kutatap perlahan…
matamu yang membiaskan ketegaran dan perlindungan
Kristal-kristal lembut yang sedang bermain di bola matamu,
jatuh…setetes demi setetes
Kau biarkan ia menari di atas kain kerudungmu
Laksana oase di terik panasnya gurun sahara

Ibu…
Nasihatmu memberi kekuatan untukku
rangkulanmu menjadi penyangga kerapuhanku
untuk ,menapaki hari-hari penuh liku
…semoga semua itu tak akan pernah layu!

Ibu…
Dalam kelembutan cintamu, kulihat kekuatan
dalam tangis air matamu, kulihat semangat menggelora
dalam dirimu, terkumpul seluruh daya dunia!

Read More...

Puisi Untuk Ibu

Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

Ibu...
engkau menangis karena aku
engkau sedih karena aku
engkau menderita karena aku
engkau kurus karena aku
engkau korbankan segalanya untuk aku

Ibu...
jasamu tiada terbalas
jasamu tiada terbeli
jasamu tiada akhir
jasamu tiada tara
jasamu terlukis indah di dalam surga

Ibu...
hanya do'a yang bisa kupersembahkan untukmu
karena jasamu
tiada terbalas

Hanya tangisku sebagai saksi
atas rasa cintaku padamu

I Love You So Much Emuach..

Read More...

Indahnya Kematian

Panggilan
Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
kerana jiwa ini telah dirasuki cinta,
dan biarkan daku istirahat,
kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.

Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini,
dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian,
dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.

Biarku istirahat di ranjang ini,
kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku,
kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku,
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.

Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.
Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.

Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku....

Read More...

Kasih Tak Sampai

Kita telah terbuai dalam indahnya syair cinta, merindu, mengelus hati, melagukan kasih sayang terindah,
Setiap yang kita lakukan, selalu menciptakan 1001 rasa, saling memiliki,
Keindahan rasa cinta, tidak lagi tabu- tidak lagi ragu, tak lagi membebani hati,
Semua indah seolah telah terwujud hubungan cinta – kasih sayang abadi,
Seandainya kesempatan itu benar-benar terwujud dalam satu ikatan cinta & kasih sayang,

Ternyata tak semudah kata-kata, tak seindah puisi, tak segampang angan-angan, harapan itu sirna, layaknya kertas kering terbakar api,
Menyatukan dalam suatu ikatan cinta, cinta abadi, cinta mati,
Biarlah angan ini terpancar dalam lubuk hati, bersinar menerangi jiwa, jiwa yang sepi,
Biarlah kasih dan sayang ini, bernyanyi – menyanyikan lagu rindu, rindu – haru,
Biarlah setiap bintang, menyinari bintang yang lain, memberikan sinar, berbagi cinta, memaknai masing-masing sinarnya,
Biarlah setiap hujan memberikan kehidupan, setiap nyawa yang dihinggapi simpati,
Biarlah matahari selalu menyinari, memberikan kehidupan, memberikan cintanya sampai cinta kita tak terbagi, abadi, semoga,

Aku hanya bisa berharap, dirimu dan diriku menyimpan rasa itu, rasa saling memiliki, meski tak lagi ada ikatan cinta, meski tak terlihat lagi berkas sinar kasih-sayang yang selalu menyinari,
Kita berharap ini tidak berakhir, namun hanya angan-angan semata – melumpuhkan semua,
Mungkin inilah jalan terbaik, ikhlaskan semua, semua telah berakhir, kenyataan ini pahit, kenyataan ini menyayat – melukai, mencerca setiap sisi hati,
Semua sudah terlambat, aku hanya bisa berharap, selalu mencintaimu, hingga akhir hayat…

Maafkan aku telah lancang menyayangimu, telah menjatuhkan dirimu dalam palung rinduku, menenggelamkan dirimu dalam cinta dan sayangku. Maafkan aku, Terima kasih cinta….

Read More...

Masih...

Masih lekat kuingat saat kau menangis
Sadari bahwa dirimu seorang wanita
Hanya bisa berharap dan bermimpi tentang cinta

Masih lekat juga kuingat saat ku tersiksa
Betapa aku cinta tapi tak mampu bersuara
Hanya bisa pandangi dan kagumi kehadiranmu
Betapa hati mendadak sepi saat kau tak menyapa

Baru kemarin taman ini berbunga, dan sekarang mulai layu
Esok adalah perpisahan,
oh…mengapa keberanian ini tak juga datang

Akankah kukehilanganmu sebelum nyatakan semua
Sementara ku tak yakin tangis itu untukku
Aku hanyalah manusia biasa bertubuhkan pria
Untuk cinta… ku juga takut tak berbalas sepertimu

Maafkan aku yang tak punya cukup keberanian
Sementara sinarmu begitu menyilaukan mata
Maafkan aku yang t’lah biarkanmu menangis
Sementara aku, ada sedikit keyakinan tangis itu karenaku

Maafkan aku, t’lah sempat sedihkanmu
Sementara aku begitu sayangimu
Percayalah… bahwa itu semua t’lah berlalu
Takkan ada lagi sedih karenaku, aku berjanji

Percayalah… kau tak akan kehilanganku
Karna ku juga takut kehilanganmu
Jika satu saat cinta ini memang harus berakhir
Percayalah itu karna hidup memang tak abadi

Read More...

Terima Kasih

PAGI yang binar, tawa bayi hari, nafas melati,
terima kasih, engkau tak mengajari, tapi aku
jadi mengerti, cara terbaik memulai hati.

TOPI yang teduh, jalinan daun jatuh,
dahan khuldi yang jauh,  terima kasih,
matahari mengira di kepalaku engkau
tumbuh, memanen cahayanya.

SEPATU yang sabar, sepasang kembar,
putra trubadur akhir dan peharpa
pengembara,  terimakasih, langkah belum
sejuta, jejak rahasia.

KAOS kaki yang baik, telapak tangan
bidadari,  terima kasih, berlubang engkau
karena tajam jariku, karena kejam tumitku.


KAWAN baik, saudara serahim dunia, sedarah
alir udara,  terima kasih, kita seperti taburan
planet-planet, berpegang tangan medan magnet.

SAPUTANGAN yang sejuk, selembar subuh
segiempat, terima kasih, aku tak mengeluh
miang, karena peluh siang.


Read More...

Wednesday, July 7, 2010

[KOLOM] Beberapa Diktum Demokrasi

INI cuma lintasan pemikiran acak. Saya tentu saja bukan pemikir mahir. Bukan perumus teori yang bagus. Saya kadang suka sok menjadi pengamat, dan tentu saja tidak terlalu cermat. Jadi, jadikan bahan renungan deh, jadikan bahan untuk menilai betapa dangkalnya wawasan saya ini. Jangan terlalu diamini, janji ya?

1. DEMOKRASI beranjak dari rasa tidak percaya. Agama berdasar pada rasa percaya!

Karena kita melihat masalah manusia di depan mata, dan kita tidak percaya pada pemimpin, maka kita memerlukan demokrasi. Itulah sistem yang kita pakai sekarang untuk menjamin bahwa kekuasaan itu bisa dibatasi, dan pemimpin bisa diganti. Agama berangkat dari kepercayaan. Kita percaya Tuhan itu ada, meski kita baru nanti akan berjumpa dengan-Nya di akhirat sana.

2. PARTAI itu anak kandung yang lahir dari rahim demokrasi, tapi merasa merekalah ibu kandung yang melahirkan demokrasi, dan melupakan rakyat.

Partai-partai itu sering lupa bahwa demokrasi itu adalah upaya untuk menata kehidupan bersama mencapai kondisi terbaik yang bisa dicapai. Partai hanya instrumen dan mesin demokrasi. Tapi, si intrumen ini kadang merasa bisa mengubah kerja dan fungsi si mesin itu.

3. DEMOKRASI itu seperti perkawinan. Ada komitmen bersama. Ada pembagian kerja. Ada juga mempelai yang selingkuh dan kasar.

Semua pihak yang terlibat, harus bertekad bersama merawat demokrasi itu agar berjalan menjadi lebih baik, dan membawa semua pihak ke keadaan yang lebih baik. Korupsi dan kolusi itu adalah tindakan kriminal nomor satu dalam demokrasi!

4. ADA beberapa cara mengganti penguasa. Demokrasi bukan cara yang paling sempurna. Tapi, mungkin ini yg paling minim risiko.

Pilihannya apa? Ditunjuk oleh penguasa yang lebih tinggi? Atau kalau di pusat, dengan kudeta bersenjata? Kekuatan desakan rakyat? Atau berbagai sistem utopis yang belum menemukan cara terterapkan untuk mengganti penguasa itu? Jadi, sementara sepertinya memang demokrasi itu cara yang paling minim risiko.

5. TUHAN itu otoriter pada beberapa hal, tapi pada banyak hal, Ia adalah demokrat sejati.

Nasib itu demokratis. Tuhan bebaskan kita "menentukan" sendiri nasib kita dengan kerja keras kita sendiri. Kapan kiamat? Nah, untuk yang satu ini, di sini Dia otoriter! Dalam Al-Quran, banyak ayat yang menegaskan bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik buat manusia, dan manusia tidak tahu. Dalam kacamata manusia, ini otoriter, kan?

6. Demokrasi bisa diperalat, jadi kendaraan, jadi kedok.

Pada dasarnya demokrasi itu memang alat, kendaraan dan  kedok. Ia bukan tujuan. Untuk sampai tujuan, kita perlu kendaraan, bukan? Untuk mengerjakan sesuatu, menebang pohon misalnya, kita perlu kapak, bukan? Nah, demokrasi jadi kedok, ketika penguasa lalim, sistem belum memungkinkan, maka demokrasi bergerak dari balik kedok. Prinsip Zorro, namanya.

7.  DEMOKRASI adalah upaya maksimal manusia menata hidupnya sendiri. Kalau itu datang dari Tuhan, ia akan jadi bagian dari agama.

Karena bukan agama, tak ada dosa dalam demokrasi.  Ketika penguasa zalim, itulah saatnya agama bergandengan tangan dengan kepentingan demokrasi. Jadi, keduanya bisa sejalan. Apakah demokrasi bertentangan dengan agama? Bisa begitu. Dan biasanya, agama yang oleh penganutnya dianggap lebih benar daripada demokrasi.
 
8. DEMOKRASI itu seperti merek yang dijual dengan sistem waralaba, dan si pemakai boleh mengutak-atik menyesuaikan sistemnya.

Demokrasi itu seperti sistem standar operasi yang terbuka. Siapa saja boleh memakainya sebagai dasar untuk mengembangkan sistem lain yang lebih baik. Justru demokrasi akan gagal kalau mentah-mentah dicontek. Pasti ada kemungkinan untuk mengutak-atik menjadi lebih sesuai, dan cocok untuk kondisi masyarakat pemakainya. Tapi, keterbukaan itu pula yang membuat demokrasi sering diselewengkan. Nasib....

9. DEMOKRASI itu tidak sempurna. Kalau demokrasi itu dinyatakan sudah sempurna, berarti dia tidak demoratis lagi.

Demokrasi itu gagasan manusia. Bukan gagasan manusia. Kalau manusia menyatakan dia sempurna, maka ia berlebihan. Apalagi buatannya, kalau dinyatakan yang dibuat manusia itu sempurna, maka itu juga kebohongan.

10. DENGAN demokrasi dihasilkan pemimpin terbaik, tercipta aturan terbaik.

Tapi, demokrasi juga membutuhkan kedua hal itu. Kecurangan, akal-akalan, selalu akan terbongkar dalam sebuah sistem penyelenggaraan negara yang demokratis. Semakin menyadari itu, semakin baiklah perilaku pemimpin, semakin demokratis kepemimpinan yang ia jalankan.

11. ALANGKAH demokratisnya, jika presiden dipilih dengan kompetisi seperti piala dunia. Ada babak penyisihan sampai final.

Bisa dicari, apa saja yang dilombakan. Tentu bukan adu otot. Ini adu konsep, dan adu otot. Juga adu kecerdasan emosi, dan kedewasaan sikap. Semuanya harus digelar dengan terbuka. Disiarkan seluruh stasiun televisi. Skornya harus jelas, tak perlu lembaga survei untuk bikin hitung cepat.  Kehebatan sepakbola dibanding politik adalah: di lapangan itu, tak ada pidato jual kecap! Tak ada janji kampanye!

12. KITA perlukan demokrasi, ketika kita harus memilih, tetapi sebenarnya kita tak punya pilihan.

Ini lebih baik daripada ada kekuatan siapapun, dengan senjata atau uang, yang datang, memilih diri sendiri, memaksa kita yang tak memilih dia, menerima dia juga. Ini jauh lebih buruk.

13. DIPLOMASI itu adalah cara berbohong untuk menutupi kebohongan. Demokrasi adalah sistem yang memungkinkan orang berbohong.

Ya, atas nama demokrasi, orang bisa berbohong atau berkata dengan benar. Tanpa demokrasi bisa jadi semua yang dikatakan cuma bohong. Dalam suasana demokratis, kebohongan gampang ketahuan, kok. Percayalah. Yang diperlukan adalah rakyat yang melek bukan antidemorasi, serta cerdas bukan cuai pada politik.***

Read More...

Tuesday, July 6, 2010

Menari, Mata Tari

KALAU ini adalah perangkap, Tari, di mana kau akan dikeluarkan olehnya?

O, sudahkah untukmu kuucapkan selamat pagi? Di televisi, tak lagi, kulihat
engkau mengabarkan gambarmu sendiri. Juga di iklan, penyejuk ruangan.

Rekaman itu, Tari, seperti seribu tabung 3 kg elpiji, meledak di kepala kami.
"Itu bukan tari," katamu. Itu matahari yang memang selalu telanjang? Sinar
memancar? Di kusut ranjang? Suhu yang didustai oleh penyejuk ruangan?

O, matamu adalah bukan matahari, matamu mata Tari. Mata yang menari?

Kalau ini adalah jerembab, Tari, di mana kau akan dibangunkan olehnya?

Read More...

Karena Kau! Karena Kau?

KARENA kau berhati api, dan kami kayu bakarmu, kau kirim bensin dalam botol bersumbu, untuk memadamkan keberanian kami?

KARENA kau perwira tinggi, mahir menabung upeti, dan kami babi kotor menabung recehan di celengan mungil, kau bisa bayar diam kami?

KARENA kau punya senjata dan kami beri uang untuk beli peluru, maka kau berhak menodong mulut kami, supaya kami diam karena takut padamu?

Read More...

Friday, July 2, 2010

Di Kala Perpisahan itu

Jika ku bisa memutar waktu....
ku akan memberikan semua asa yang kumiliki untuk mu...
tak kan pernah ku sia-siakan semua rasa yang telah kita jalin...
takkan ku biarkan kau menangis dikala perpisahan itu terjadi...

karna sesungguhnya...
kaulah orang yang bisa menghapus semua resah dihati...
sulit rasanya tuk mencari pengganti mu...

Oleh: Whandi

Read More...

Wednesday, June 23, 2010

[Kolom] Seperti Undang-undang yang Mirip Pornografi

SEJAK 28 November 2008, kita punya Undang-undang Pornografi. Inilah Undang-undang yang perumusannya memakan waktu dan menguras energi luar biasa banyaknya. Inilah undang-undang yang - meskipun namanya tak memakai kata anti - yang tegas menolak pornografi, tapi setengah hati. Dan ini aneh.

Indonesia tak sendiri dalam hal ini. Saudia Arabia, Iran, Syria, Bahrain, Mesir, Uni Emirat Arab, Kuwait, Malaysia, Singapura, Kenya, India, Kuba, dan Cina, adalah negara-negara di dunia yang dengan tegas tidak melegalkan industri pornografi. Tapi, masing-masing tentu berbeda bagaimana cara mengatur material atau produk bermuatan pornografi.

UU Pornografi di Indonesia, usulannya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah dimulai sejak tahun 1997. Draf pertama baru jadi sembilan tahun kemudian. Pada tahun 2006 DPR mulai membahas draf RUU yang saat itu berisi 11 bab dan 93 pasal.

Setelah melewati serangkaian rapat yang mahal, diwarnai aksi meninggalkan sidang oleh fraksi PDIP dan PDS, demo berganti dari pihak yang menentang dan mendukung, sampai bentrok fisik, dan perlawanan dari beberapa daerah yang merasa terancam, akhirnya undang-undang yang semula bernama RUU Pornografi dan Pornoaksi itu pun jadi. Di lembaran negara dia diberi nomor 44.  

Harusnya, kalau kita patuh pada undang-undang itu, saat ini tidak ada satu pun materi pornografi tersimpan di rumah, di kantor, di mobil,  di laptop, di komputer atau di telepon genggam kita.

Kenapa? Sebab di Bab VIII, Ketentuan Penutup, Pasal 43 disebutkan bahwa saat undang-undang ini berlaku, dalam waktu paling lama satu  bulan (ya satu bulan) setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Saya tidak pernah mendengar ada gerakan massal warga menyerahkan materi pornografi ke kantor polisi. Ini, adalah bukti pertama dan telak betapa Undang-undang tersebut tak manjur!

Sebenarnya pakah pornografi menurut undang-undang tersebut?

Kita tengok Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1. Di sana disebutkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Undang-undang itu mungkin seperti puisi. Ditulis dengan amat serius, tapi tak banyak yang membacanya, apalagi yang mengerti. Ada beberapa bagian dari rumusan pornografi di Undang-undang Nomor 44 itu yang masih bisa diperdebatkan. Apakah batasan dari kecabulan itu? Apakah eksploitasi seksual itu? Apakah artinya melanggar norma kesusilaan itu? Tidak ada uraian soal itu di bagian penjelasan! Padahal inilah hal yang bisa menjerat siapa saja.

Lalu, beberapa pekan ini kita disergap skandal video seks pesohor kita. Kita layak cemas. Soalnya, si pesohor adalah sosok yang digemari luas di kalangan muda kita. Saya tak perlu menyebut namanya karena pasti sudah sebagian besar orang di negeri ini tahu. Di Twitter beberapa hari nama itu menjadi topik hangat. Inilah, menurut saya, saatnya kita menguji sekali lagi keampuhan Undang-Undang Pornografi kita itu.

Si sosok yang mirip itu dijerat dengan pasal-pasal dari undang-undang tersebut. Tapi, dia juga bisa lolos dengan berkelit di celah-celah regulasi tersebut.

Kenapa? Di penjelasan ada disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "membuat" sebagaimana termuat di pasal 4, adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Nah, kan? Inilah kesetengahhatian itu.

Lalu bagaimana dengan sangkaan memiliki dan menyimpan? Di penjelasan juga ada pengecualian "memiliki atau menyimpan". Itu boleh dilakukan asal untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri. Nah! Saya kira, di sinilah UU ini tampak bolong tidak tegas. Si sosok mirip tadi, tinggal mengaku dan bilang bahwa itu adalah kepentingan sendiri, dengan begitu dia bisa melenggang lolos!

Adakah jaminan bahwa si mirip pesohor itu (atau pesohor lain) tak akan mengulangi hal yang sama? Tidak ada! UU tersebut gagal menyentuh tujuannya, yaitu memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat; memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

Belum lagi dipersidangkan, si pesohor kita itu sudah mendapat dukungan agar ia dibebaskan dari segala tuduhan. Artinya apa? Jangan-jangan para pendukung itu "tidak merasa dilanggar norma kesusilaannya", sementara kelompok lain di luar wilayah hukum sudah pula bertindak "menghukum" si pesohor itu, berdemo di rumahnya, sampai memaksa tutup restorannya. Lagi-lagi saya melihat UU Pornografi kita itu terancam tidak bergigi!

UU Pornografi kita itu, secara tidak langsung sebenarnya mengakui bahwa kita hidup di negeri yang diam-diam dikepung pornografi, kita tidak melegalkannya, tetapi kita ingin mengaturnya! Kita ingin melawannya, tapi kita tak cukup punya peluru dan senjata untuk berperang. Sebenarnya ini adalah keinginan yang baik dan benar. Bahkan seorang Steve Jobs merancang semua produk komputernya secara cerdas menyaring akses ke situs-situs porno. 

UU Pornografi kita itu  menunjukkan satu hal: betapa kikuknya kita menangani hal-ihwal pornografi – kata yang berasal dua kata dari bahasa Yunani yaitu pelacur dan tulisan itu. Ditambah lagi – dalam kasus skandal video seks pesohor kita itu tadi – kini penyabaran pornografi menjadi mudah dan lekas karena Internet.

Berikut ini gambaran tentang “betapa pornonya” dunia kita ini: Setiap detik Rp27 juta uang dibelanjakan untuk membeli materi pornografi! Setiap detik secara bersamaan, 28.258 orang menyaksikan gambar atau video porno di internet! Setiap detik 372 orang mengetikkan kata-kata yang menyerempet pornografi di mesin pencari. Dan di Amerika setiap 39 menit, diproduksi sebuah video porno! Amerika adalah produsen produk pornografi terbesar di dunia, disusul Brazil.

Dengan kepungan pornografi semeriah itu, dan intenet membuat dunia tak lebih hanyalah desa global, bisakah dan perlukah kita menutup semua akses ke sumber-sumber bermuatan pornografi di Internet? Menkominfo Tifatul Sembiring punya rencana itu. Tapi, di tengah iklim keterbukaan seperti saat ini, tindakan itu tidak popular dan secara teknik selalu ada celah untuk secara ilegal memperdagangkan pornografi di dunia maya. Kita bisa melihat apa yang terjadi di Cina.

Di awal tulisan ini sudah disebutkan bahwa negara itu melarang industri pornografi. Tapi apa yang terjadi? Ternyata penduduknya adalah mengkonsumsi produk-produk esek-esek itu paling rakus sedunia. Nilainya Rp246 triliun lebih, disusul Korea Selatan, Jepang, Amerika dan Australia. Kita juga bisa lihat, penghasilan terbesar nomor dua industri pornografi di dunia sekarang berasal dari Internet, setelah penjualan dan sewa video. Saya pesimis kita bisa membendung pornografi dengan UU Pornografi yang setengah hati itu.

Pesan dari kolom ini jelas: Kita harus serius membicarakan lagi soal pornografi dan UU Pornografi. Tapi, kali ini dengan kepala yang sangat dingin! ***

Read More...

Friday, June 18, 2010

Kupanggil Namamu

Sambil menyeberangi sepi
kupanggil namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
kerna memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka.

Berulang kali kupanggil namamu
Di manakah engkau, wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggil namamu.
Kupanggil namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan ?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal yang besar saja.

Seribu jari dari masa silam
menuding kepadaku.
Tidak
Aku tak bisa kembali.

Sambil terus memanggil namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang
membukakan diri padaku
Penuh. Dan Prawan.

Keheningan sesudah itu
sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku. Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.

Read More...

Kau adalah Luka di Lukaku

KAU adalah luka di punggungku. Sayat sakit
itu seperti lembut tanganmu, sepanjang malam
mengelusku, dan aku tak mau tidur.

KAU adalah luka di dahiku. Aku
memperlama lafaz doa dalam sujudmalamku,
menikmati makin parah perih itu.

KAU adalah luka di lidahku. Tiap
kali terasa sakitnya, aku seperti
sedang dipaksa menyebut namamu.

KAU adalah luka di telapak tanganku.
Aku menadah darah sendiri, agar tak
ada orang tahu ada luka di situ.

KAU adalah luka di dua kakiku.Luka
bekas kulepas besi belenggu, yang kini
tak lagi menahanku mengejar menemukanmu.

KAU adalah luka di hatiku. Aku menunggu
kelak kau bertanya, "dengan apa kusembuhkan
luka itu?" Dan kujawab, "lukai saja lagi aku!" 

Read More...

Dasar-dasar Ilmu Hukum

MELIUS EST ACCIEPERE QUAM
FACERE INJURIAM - Begitu benarnya!
Mencintaimu jauh lebih baik daripada
kenyataan bahwa kau tidak mencintaiku.

UT SEMENTEM FECERIS ITA METES -
Memang aku telah menanam, aku ingin
memetiknya di hatimu. Aku yang menabur,
kirim badaimu padaku!

IN DUBIO PRO REO - Jika kau ragu,
secepatnya kau terima saja aku. Jika kau ragu,
selekasnya kau bebaskan aku: mencintaimu.

COGITATIONIS PENAM PATITUR - Karena
aku memikirkan kamu. Jika siksa hati  ini adalah
hukuman atasnya, aku tak akan naik banding!

RES NULLIUS VREDIT OCCUPANTI - Apakah
aku harus menelantarkan diriku di depan engkau?
Agar kau ambil aku, agar kau miliki aku!

LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI -
Cintaku ini adalah undang-undang khususku,
kini. Karenamu, aku patuh padanya!

MELIUS EST ACCIEPERE QUAM FACERE
INJURIAM - Begitu benarnya! Mencintaimu jauh
lebih baik drpd kenyataan bahwa kau tidak mencintaiku.

HODI MIHI CRAS TIBI - Lupakan aku, abaikan
rinduku! Aku tak akan bertanya ini imbang atau
timpang: hatiku tetap mengekalkannya!
 
CONTANTE JUSTITIE - Aku tak punya saksi
atas perkara cinta ini. Jika kau tolak, aku
tak perlu pembela. Sidang aku selekasnya!

NE BIS IN IDEM - Dan aku sudah dihukum
berkali-kali atas kasus ini: aku mencintaimu.
Adililah aku dengan perkara ini, ribuan kali

Read More...

Tak Semata Mata dan Metafora Lainnya

MATAMU sepasang taman. Kelinci-kelinci
kecil berlompatan, seperti airmataku, jika
aku menangis dulu. Bulu matamu, pagar pandan.

Rambutmu serat-serat hujan malam. Aku
menenun dengan tangan. Sepasang balam
berdiam di pagar titian mataku-matamu.

Lidahmu hiu kecil merah jambu, bersirip ajaib,
yang mengecipakkan kata-kata mantra,
saat ia merenang di teluk teduh: mulutku.

Alismu kebun buluh. Sebatang kutebang,
kucuri waktu petang. Nanti, di tengah sunyi,
aku mengendap datang: memancing bimbang.

Telingamu kupu-kupu. Kepaknya mengonserkan
partitur warna sayapnya. Ada yang ia bisikkan
selalu: larva rindu. Kelak menetas di hatimu.

Bibirmu kawanan angsa merah. Berenang
melingkari danau, bening dan hening. Aku?
Pemburu piatu, busurku patah, habis anak panah.

Dadamu padat kubis, kupuja tumbuhnya
selapis-selapis.Warna putih itu, kutabung
dari terang pertama, fajar bangkit.

Read More...

Wednesday, June 16, 2010

[kolom] Mau Dibawa ke Mana Batam Kita?

INI cerita tentang Ali Sadikin. Saya mendengarnya dari anggota Dewan Pers Bambang Harimurti. Ali Sadikin adalah gubernur yang paling berjasa membangun Jakarta.

Sampai ia meninggal 20 Mei 2008 orang masih nyaman memanggilnya Bang Ali. Ini bukan sapaan yang dibuat-buat, ini bukan sapaan yang asal terdengar akrab saja. Ia memang akrab dengan warga Jakarta. Ia dapat tempat khusus di benak warga Jakarta.

            “Waktu ditunjuk menjadi Gubernur Jakarta, Bang Ali bingung bagaimana mau membangun. Anggarannya cuma Rp66 juta,”  kata Bambang, dalam Pelatihan Ahli Dewan Pers, di Batam, Selasa lalu.

            Padahal waktu itu, Jakarta – yang oleh Belanda disiapkan hanya dihuni oleh 600-800 ribu orang - sudah disesaki 3,4 juta jiwa. Jakarta adalah raksasa tidur yang perlu dibangunkan dengan dana dinosaurus. Masalahnya ekonomi saat itu sedang buruk sekali. Inflasi 600 persen. Bangunan sekolah, pusat pelayanan kesehatan, dan rumah ibadah minim. Jalanan mulai disesaki kendaraan. Infrastruktur lain? Huh, sama buruknya. Sebagai ibukota Negara, Jakarta memalukan.  



            Naluri Presiden Soekarno yang menunjuk Bang Ali waktu itu tepat. Bang Ali  - Letnan Jenderal Angkatan Laut itu, orang yang ‘kopig’ alias keras kepala itu - tak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan padanya.

Memang, cara yang ia tempuh, kelak ia sadari, adalah jalan penuh kontroversi: Ia melegalkan judi. Ia satukan kawasan pelacuran. Ia legalkan panti pijat dan tempat hiburan. Ini bukan perkara mudah. Tapi dari situ, saat itu, sekitar Rp 40 miliar masuk kas daerah DKI Jakarta tiap tahun. Mesin pembangunan pun bisa diputar cepat.

            Puaskah Bang Ali? Dia cemas. Uang sebesar itu rawan dikorupsi. Aparat yang biasanya mengelola anggaran cekak, kini harus pegang uang banyak. Godaan makin besar.

Bagaimana Bang Ali menghindari ini? Kita beralih ke cerita lain lebih dahulu.

            Pada zaman Bang Ali pula Adnan Buyung Nasution bergerak dengan Lembaga Bantuan Hukum. Ini sebuah kantor pengacara yang banyak mengadvokasi orang kecil, korban dari gerak laju pembangunan kota metropolitan itu. Ribuan gugatan dialamatkan oleh LBH ke Pemerintah DKI Jakarta. Pada banyak kasus, pemerintah kalah. Padahal, penopang dana utama dari lembaga hukum ini adalah Ali Sadikin juga, ya Bang Ali yang Gubernur DKI itu juga.

            Pada zaman Bang Ali pula, pemerintah DKI lewat PT Pembangunan Jaya, memberi modal pada Goenawan Mohamad dan kawan-kawan mendirikan  Majalah Tempo. Kita tahu, Tempo adalah majalah yang sejak awal menenggakkan idealisme jurnalistik yang ketat. Dan Pemerintah DKI Jakarta – si pemberi modal bagi Tempo - bukan obyek yang haram untuk ditelanjangi.

            “Saya heran, dan semasa Bang Ali hidup pernah saya tanya langsung ke beliau,” kata Bambang Harimurti, petinggi di Tempo, yang pernah jadi Pemimpin Redaksi juga di majalah itu. 

            Apa jawaban Bang Ali, tokoh kelahiran Sumedang, 7 Juli 1927 itu?  “Itulah cara saya mengawasi pegawai dan pembangunan di DKI. Itulah cara paling efektif agar korupsi tidak terjadi,” katanya.

            Ini pilihan yang luar biasa cerdasnya. Dan tepat. Bang Ali tidak menempuh jalan memperbanyak aparat pengawas atau inspeksi yang hanya akan menambah anggaran gaji dan kemungkinan besar kelak akan tergoda korupsi juga.

            “Kalau saya kasih dana untuk  LBH Buyung dan Tempo-nya Goenawan, berapa besar, sih? Tapi, efektivitas pengendaliannya luar biasa,” kata Bang Ali, sebagaimana ditirukan oleh Bambang.

            Bang Ali tentu tidak sempurna. Tapi, pilihannya pada banyak hal kini harus diakui adalah warisan teladan atas konsep, pemikiran dan tindakan yang hebat. Bang Ali memilih pers yang bebas dan penegakan hukum. Dengan dua hal itu, pengawasan jadi ketat, dan dana pembangunan tak mengalir ke kantong koruptor.

Bang Ali mendahului apa yang kelak ditemuka oleh Bank Dunia. Hasil penelitian lembaga tersebut, di Negara-negara yang persnya dijamin kebebasannya, kesejahteraan rata-rata jauh lebih tinggi dibandingkan Negara-negara yang refresif terhadap pers.            

 Ia berteriak keras menentang dan mengritik pemerintahan Suharto, dan ia dicap sebagai pembangkang!  Ia membidani kelompok diskusi bernama Petisi 50 pada tahun 1980 yang bersuara keras terhadap ketidakberesan pemerintah saat itu. Karena aktivitasnya itu ia cekal pemerintahan Orde Baru, walaupun  ia tak pernah diadili dan dipenjarakan.

Konsistensinya ia pertahankan sampai ia mati. Ia dimakamkan menumpang di makam istrinya. Ini adalah wasiat lamanya, karena selain cintanya pada wanita yang memberinya lima anak yang  telah mendahului itu - dia tahu, lahan di Jakarta semakin sempit.

***

Batam 2010, tentu bukan Jakarta 1966. Tapi, saya amat yakin, kota ini perlu dipimpin oleh orang yang ‘kopig’, sekeras kepala Bang Ali. Keras, tidak asal keras. Ia harus tahu – mengutip lirik lagu pop – mau dibawa kemana kota ini. Lalu dengan pengetahuan itu, ia cerdas mencari cara agar kota ini berkembang ke arah itu.

Saya sangat mencintai momentum saat menyetir di sepanjang jalan Sekupang – dari simpang ke Tanjungriau ke pelabuhan itu. Kenapa? Pohon-pohon di median jalan dan di kiri-kanannya tumbuh sempurna dan membikin keteduhan yang luar biasa. Saya kira ini adalah ruas jalan terbaik di Batam.

Saya bayangkan ada pemimpin yang dengan keras kepala memerintahkan agar pohon peneduh di jalan utama ke Batam Center itu dicabut dan ditanami ulang, karena saya yakin pohon-pohon itu tak akan tumbuh hingga serindang jalan di Sekupang. Saya kira ada kesalahan sejak awal penanaman di situ. 

Saya bayangkan ada pemimpin yang seperti Bang Ali di Jakarta memimpikan pusat perfilman Usmar Ismail menjadi seperti Hollywood. Saya bayangkan ada pemimpin yang mengonsep dan mewujudkan pusat kesenian di Batam, seperti Taman Ismail Marzuki di Jakarta. Yang bicara soal ini banyak. Tapi, saya belum melihat ada yang punya konsep yang baik, dan kemudian melangkah untuk sungguh-sungguh mewujudkannya. 

Kota-kota terbaik di dunia, adalah kota yang berkembang dengan perencanaan yang ketat. Bukan kota yang tumbuh asal-asalan saja. Kawan saya yang sepelatihan kemarin, melihat  Batam belum terlalu melenceng perkembangannya.

Artinya? “Ini bisa dikembalikan ke konsep semula, ke rancangan awal yang dibuat dengan sangat bagus oleh Otorita Batam. Seperti mimpi-mimpinya Pak Habibie waktu itulah,” katanya.

Jangan sampai, Habibie, kelak semakin menyesal dan menjadi seperti Bang Ali  merasa “dikhianati”. Di mata Bang Ali, gubernur Jakarta sesudahnya, membuat Jakarta tumbuh menjadi kota yang tidak nyaman. Padahal dia dulu berkata, "Sebagai pemimpin, saya harus melindungi dan menyejahterakan rakyat. Itu prinsip saya." 

Batam perlu pemimpin yang seperti itu. Orang yang sadar menyebut dirinya adalah Pemimpin, tahu tugasnya adalah melindungi dan menyejahterakan rakyat, dan kukuh memegang itu sebagai prinsip. Adakah? Harus ada. Kita harus menemukannya, tapi mungkin tidak di baliho kepagian yang memamerkan senyum lebar yang sama sekali tidak manis. ***

Read More...

Monday, June 14, 2010

Kau Yang Jauh

Jarak pandang yg terhalanh oleh gunung dan lautan
Namun mata ku senantiasa terpandang ...karena kau ada dalam ingatan..
Aku tak pernah memikirkan kau wujud di hadapan karena cinta mu
Dalam ingatan,kasih mu dalam genggaman,hangatmu dalam pelukan
Setiap detik kau tak pernah kulupakan..karena kau selalu dalam do aku...
Kau selalu dalm bibir ku.kau selalu dalam hatiku..

Kau yang jauh dari pandangan ....
Rindu ku menusuk kalbuku..setiap..ku dengar sayup panggilan mu
Seakan memanggil nama ku..
Kadang aku igin terbang menghampiri mu.. tapi daya ku tak sampai..
Kau yang jauh dari pandangan...

Read More...

Sunday, June 6, 2010

Sebelum Tidur

Sebelum Tidur

Tuhan, berilah aku tidur
yang lebih lelap
dari sekedar mendengkur
tapi lebih terukur
dari hanya menghabiskan umur

barangkali dengan tidur
semacam itu
aku bisa sempurna bersujud kepadaMu
kekuatan yang datang dari ketidaksadaran
lebih dahsyat daripada makan

mengingat kematian semakin dekat saja

bangunkan aku, di sepertiga malam
sebab tahajud selalu karam
juga subuh terlampau jauh
bagi pelabuhan di mataku

Tuhan, berilah aku tidur
yang lebih lelap
dari sekedar mendengkur
tapi lebih terukur
dari hanya menghabiskan umur

dan bangunkan aku, di sepertiga malam

amin.


2010

Read More...

Jam Weker

Jam Weker
--bersama nes urrutia

penyair, seperti perahu
malam telah merapat di matamu
bersama kantuk yang berat
letakkan cinta itu
di dalam jam weker
di atas meja
di samping ranjang
angin bertiup dengan setiap kesalahan
yang bukan milikmu
tapi harus kau hirup juga
sampai keluh kesahmu
tak bisa menjadi hurup-hurup
di dalam puisimu sendiri
mungkin hanya secuil
dan merelakan seluruh yang kau punya
hilang ditelan waktu
tidurlah wahai penyair
lupakan dunia, tempat di mana luka-luka tumbuh
di tubuhmu, di tubuh perempuan berbulu mata lentik
di tubuh orang-orang yang tak kau kenal
tapi tak pernah mengucap aduh
tidur, tidurlah yang penuh
bila subuh sudah berlabuh
dan kau masih jauh dari kesadaran
sungguh, rindu akan menabuh logam di jam weker itu
hingga riuh membangunkanmu
pasti, kau akan lebih khusyuk lagi
mencari sela-sela kakiKu, untuk bersujud
tidur, tidurlah wahai penyair
kau butuh istirahat bagi letih dan perjuanganmu
sebelum kembali melawan kejahilian
Aku masih setia menunggumu di alam ini
di dalam kesendirian ini



2010

Read More...

Dimana Engkau Saat Sajak Ini Kutulis?

Sajak Kavi Matasukma

: Shania Saphana
APAKAH engkau sedang terbaring di rumah sakit bersalin?

Dan dia mendampingimu, menggenggam tanganmu, seakan
dengan begitu, terbagilah sakit yang kau tanggung saat itu.

Lelakikah anakmu? Atau perempuan? Apakah nanti kata-kata
indah yang kita ciptakan akan kau namakan pada anak yang dia
azankan itu? Pada anakmu dan anaknya - bukan anak kita - itu?

*

Apakah engkau sedang di taman? Mengajari anakmu jalan?

Dan dia, mencemaskan kalian dari jauh, dari kursi yang teduh.

Di kursi itu, harusnya duduk aku, membaca naskah buku puisi,
yang hendak kuterbitkan sebagai persembahan buat engkau.

*

Apakah engkau sedang membayangkan aku menulis puisi?

Puisi ini, puisi yang mungkin kelak kau bacakan buat anakmu,
anak yang kau namai seperti namaku. "Aku ingin dia menjadi
penyair seperti kamu," katamu, saat dulu kita berpisah, dan
aku pergi membawa undangan pernikahan, yang mencantumkan
namamu dan nama seseorang (yang pasti bukan namaku) itu.

*

Atau, apakah engkau sedang terbaring di sebuah makam?

Dia menziarahimu. Bersama anak yang lahir sempat, seperti
bertukar nyawa denganmu. Anakmu-anaknya, bukan anakku.

Read More...

Dimana Engkau Saat Sajak Ini Kutulis?

Sajak Kavi Matasukma

: Shania Saphana
APAKAH engkau sedang terbaring di rumah sakit bersalin?

Dan dia mendampingimu, menggenggam tanganmu, seakan
dengan begitu, terbagilah sakit yang kau tanggung saat itu.

Lelakikah anakmu? Atau perempuan? Apakah nanti kata-kata
indah yang kita ciptakan akan kau namakan pada anak yang dia
azankan itu? Pada anakmu dan anaknya - bukan anak kita - itu?

*

Apakah engkau sedang di taman? Mengajari anakmu jalan?

Dan dia, mencemaskan kalian dari jauh, dari kursi yang teduh.

Di kursi itu, harusnya duduk aku, membaca naskah buku puisi,
yang hendak kuterbitkan sebagai persembahan buat engkau.

*

Apakah engkau sedang membayangkan aku menulis puisi?

Puisi ini, puisi yang mungkin kelak kau bacakan buat anakmu,
anak yang kau namai seperti namaku. "Aku ingin dia menjadi
penyair seperti kamu," katamu, saat dulu kita berpisah, dan
aku pergi membawa undangan pernikahan, yang mencantumkan
namamu dan nama seseorang (yang pasti bukan namaku) itu.

*

Atau, apakah engkau sedang terbaring di sebuah makam?

Dia menziarahimu. Bersama anak yang lahir sempat, seperti
bertukar nyawa denganmu. Anakmu-anaknya, bukan anakku.

Read More...