mencoba saja

Tuesday, February 1, 2005

Tsunami Jangan Mengamuk Lagi

TSUNAMI JANGAN MENGAMUK LAGI
Amir Ramdhani

Tsunami jangan mengamuk lagi
betapa banyak saudara kami
dijemput maut dan menangis bertubi-tubi
dan kami tak kuasa menyaksikan
mayat-mayat bertebaran di jalan-jalan
roh mereka melayang entah ke mana
rumah-rumah bertumbangan
oleh lautan yang membuncah ke daratan
O, apa nasib keluarga mereka
O, apa nasib bayi-bayi suci tak berdosa
bencana itu begitu menyeramkan
menampar ibu pertiwi kami tercinta

Ibu pertiwiku,
berton-ton penderitaan di pundakmu
yang semakin bungkuk
Beban-bebanmu semakin menumpuk
Ibu pertiwi, bersabarlah ibu pertiwiku

Wahai Allah yang Maha Abadi,
jangan lagi Kau tampakkan tsunami
yang mungkin masih ada yang sembunyi
dalam kandungan perut bumi

Januari, 2005

*****
TSUNAMI IN MEMORIAM

Teringat kembali petaka tsunami itu
mengobrak-abrik Aceh dan Sumut
Berkali mengganggu tidur lelap malamku
mukaku mendadak pucat membayangkan itu
Bagaimana jika itu bencana
terjadi di Ibukota Jakarta?

Bencana total, derita nasional
lebih parah dari bencana korupsi dan kriminal
maka jangan kalian bersikap individual
berikan bantuan materi maupun moral

Ketika kita asyik tidur nyenyak
di kasur busa yang empuk,
mereka tidur berjejal di tikar kasar atau karpet
dalam kemah-kemah pengungsian darurat

Ketika kita lahap menyantap paha ayam,
mereka berebut jatah makan

Ketika kita sibuk beli baju baru buat dandan,
mereka berebut pakaian bekas para dermawan

Ketika kita berbangga memencet Handphone,
mereka kesakitan memencet memar luka
di sekujur badan

Dan ketika kita riang bernyanyi ria,
mereka muram dalam ratap tangis duka

Ah, tak usahlah kita sibuk berdebat
tsunami itu ujian atau laknat
tetapi marilah kita tobat
membersihkan dosa-dosa yang berkarat
sebab hidup ini menyeramkan;
selalu saja dalam kebahagiaan
bersembunyi potensi penderitaan
yang mengintai kehidupan

januari, 2005

*****
SAJAK TSUNAMI ACEH
Widayanti


Dalam do'a kuukir nisan-nisan
Kembalilah ke taman indah
Berhiaskan berjuta bunga
Berteman seribu bintang
Berbekal seribu ayat yang kau lakoni selama di alam fana ini
Termaafkan segala hilap
Ini lah asa dan doa kami untukmu para syahidan.


Tak sampai 5 hari lagi angka berganti 2005
Seiring semburat keemasan diufuk timur pertanda hari kan mulai
Kau pun berteriak...Allahu Akbar...Allah Maha Besar
Menangis ...menjerit...mengerang
Menghindar murka tsunami
Tapi apalah daya manusia...

Jiwamu pun lebur bersama air bah dan lelumpuran
150.000 lebih jiwa melayang
Bibirku kering tak sanggup tuk mengeja nama-nama mu.
Hatiku pilu...

Nisan tak sanggup menampung jumlahmu
Maka onggokan jiwa pun menyatu dalam satu kubur
Gelap gulita...

Kau berteriak dalam bunyi yang terdiam.

Jiwa yang tersisa kini mengais tanah dan reruntuhan
Mencari belahan jiwa dengan penuh harap
Meski akhirnya menjerit pilu terhadap kenyataan
Yang lainnya...

Mengisut-isut badannya
Tuk mencari sesuap nasi
Mencari selembar kain penutup aurat
Yang lainnya
Bisu berdiam diri
Matanya merawang tanpa tujuan
Yang lainnya...

Yang lainnya...
Ah rasanya kata-kata kini enggan berteman denganku
Atau mereka sedang ikut berduka juga?


Kau tulis pesan dengan tinta darah dan tangisan
Pada reruntuhan bangunan dan tanah merah
Siapkan diri tuk menghadap-Nya
Ajal kan menjemput tanpa berbincang terlebih dahulu
Agar syahid dan kemenangan sebagai hasil.
Kau ukir makna pada air yang menepi.
Tuk membuka mata hati.

Sendai, Jan 2005


*****

No comments:

Post a Comment