mencoba saja

Tuesday, February 1, 2005

Monumen Air Itu, INONG

Monumen Air Itu, Inong
Puisi: Ikranagara

Bukankah yang kaukabarkan tentang pantaimu, Inong

itulah sosok monumen air
monumen maut lautan

Kali ini, Inong, monumen air
telah mewujudkan dirinya sendiri
setelah terlelap selama hampir duaratus tahun
di dasar lautan
di depan pantaimu

Kali ini, Inong, berapa ribu nyawa
berapa ribu rumah berapa ribu jalan
berapa ribu segala sesuatunya di ranahmu, Inong,
luluh lantak diterjang bahana tarian mautnya

Maka aku pun bisa merasakan rasa bersyukurmu itu,
Inong
karena nyawamu terhindar dari terjangan maut

"Untuk kesekian kalinya, Bang," ujarmu
dari alamat sementara
di tenda darurat para pengungsi. Maka aku pun
bisa membayangkan kembali perjalanan sejarah hidupmu
yang didera bencana demi bencana sepanjang sejarah negerimu
menyebabkan engkau jadi sosok yang babak belur
sekarang pun engkau kembali dirawat
di tenda pengungsi, "Untuk ke sekian kalinya, Bang."

Semua itu aku catat, Inong, karena aku tak bisa lain.
Bencana yang menimpa manusia wajahnya berbagai rupa
ada yang bukan buatan manusia ada pula yang buah rancangan fikiran kejam manusia.
Semua harus kucatat lalu kujalinkan
dengan desah nafaskuakhirnya jadi suara dan kesaksian

Kemarin aku mencatat tentang aura airmata
dan darah yang membasahi lantai rumah-rumah pintu tertutup
di desa janda, di kelengangan rumput ilalang
di bukit tengkorak, di sela-sela semak belukar
di bawah naungan kebun kopi,
di bawah bayang-bayang asap pabrik
minyak bumi dan gas alam
warisanmu yang bukan menjadi milikmu

Kali ini aku mencatat tentang air
Manakala air telah menjulang tinggi, Inong
sosok raksasa kelabu itu derunya dahsyat menerjang
tak terkendalikan lagi bergemuruh ke tujuh penjuru badai

Monumen maut lautan itu, Inong,
dengan berjenggerkan buih putih di ubun-ubunnya
air telah membahana dalam deru tarian mautnya
lebih maut dari pesawat jet pembom buatan negara kaya
lebih maut dari peluru kendali buatan negara kuat
lebih maut dari tank buatan negara industri modern
lebih maut dari pasukan bersenjata mana pun
yang pernah menerjang tanahmu

"Untuk kesekian kalinya, Bang," pastilah begitu ujarmu

Ya, untuk kesekian kalinya, Inong,
kali ini bumimu bersimbah darah dan airmata
dan mayat-mayat berkaparan
"Bukan hanya yang pria dewasa saja, Bang," ujarmu
"Berkaparan di sela-sela puing reruntuhan yang berserakan di mana-mana
Jumlah janda dan duda bertambah
yang kehilangan alamat ditampung di tenda-tenda para pengungsi
Dan anak-anak kehilangan orang tua
sekolah dan tempat bermain."
Dan, engkau, Inong, juga kehilangan

Duh, kami yang di kejauhan ini, Inong
terpukau oleh ketegaranmu jiwamu
betapa kukuhnya pribadimu
menanggungkan derita demi derita berdatangan
yang mencengkeram urat lehermu selama ini sampai hari ini
saat engkau sedang menunggu sembuhnya kakimu yang kiri
setelah diamputasi agar nyawamu terselamatkan di Abad ke-21 ini

"Untuk ke sekian kalinya, Bang
setelah kaki Inong yang kanan diamputasi
juga untuk menyelamatkan nyawa Inong
di Abad ke-20 yang lalu."

Bethesda, Januari 2005

*****

No comments:

Post a Comment