maut yang menari memanggil-manggil namamu. kau masih saja
bertahan di ranjang itu bersenggama dengan mimpi alif dan lammu
tapi bukankah kita telah berjanji tak menyerah pada ibu yang menepuk
pipi
dan menyibak selimutmu di pagi? bukankah kita telah setuju tak biarkan
pisau karat waktu menikam lehermu? dedaunan tua rapuh jatuh tersapu
angin di karangan itu memuakan diriku.
|
|
---|
Sunday, October 26, 2008
mim
Labels:
Sajak Nuruddin Nur Asyhadie
No comments:
Post a Comment