mencoba saja

Wednesday, November 25, 2009

Satire

Gambar dari sini


"Adakah hingga bintang redup? atau hingga gerimis turun setengah hati?"





Tepat pukul 12 lewat semenit. Terduduk pada sebilah bulan sabit. Dilindungi kabut malam dan gemerisik sayap-sayap burung kipas biru.
Putri Malam dengan masih berkurung mukenah pergi menggelandang ke taman langit.
Bulan menjemputnya selepas Isya.
Di hamparan sejadah merahnya masih menampung tangis istikharah berwangi kesturi.
Santer terdengar ia akan dipinang pangeran awan. Pangeran beruntung yang mendapatkan luqathah. Berupa Alexandrite hijau kemilau yang dipingit dari alam khayangan.
Sebelum ke tujuan akhir, bulan mengajaknya terlebih dulu berkelana bertandang ke berbagai belahan dunia. Ke Mekkah al mukarramah, ziarah di Madinah al munawwarah, melintas di atas pesisir sungai Nil Mesir, melihat kota Paris yang eksotis di malam hari, atau bahkan berlarian bersama lumba-lumba di samudera arktik dan mendatangi segala tempat indah lainnya di seluruh penjuru bumi.
Namun yang ternyata masih tak mampu memberi wanita malam berupa kebahagiaan.
Wajahnya pucat santan. Roman mukanya berair.
Ia tak pernah meminta kebahagiaan di malam terakhirnya. Ia hanya inginrembulan mengajaknya berkunjung melihat Pria Pengelana Mimpi untuk yang terakhir kalinya.
Priayang sering mengiriminya ribuan tangkai satire pada selembar daun lontar ketika senja.


Saat tepat melintasi atap pondok papan Pria Pengelana Mimpi. Dari awan Wanita Malam mengintip lewat balik jendela, ia tersenyum geli melihat wajah pria yang tertidur pulas didera kelelahan selepas pulang kerja, seperti yang pernah diceritakan pria suatu hari.
Terbesit mimpinya dulu berharap suatu saat dapat menghidangkan renyah senyumnya kepada pria saat terlelah pulang kerja, menemaninya berbincang dan bergurau menyapu penat atau berdua berbaring di hamparan rumput savana mimpi, sambil sesekali memetik intuisi liar Pria yang beremah di pelataran hatinya yang memapah luka.

Seberkas air mata pun kembali memercik membasahi mukenah wanita kala terkenang sebuah elegi pria yang dikirimi bintang bertubi suatu kala.
Selarik sajak yang mampu menembus relung-relung hatinya, dan memenuhinya dengan bebungaan wangi melati.
"Wanita... Tak ada yang mampu memanjakan hatiku selain tulus budimu...
Dan tak ada yang dapat mengusik hatiku selain candamu...
Dengarkanlah keluhan angan yang digubah oleh perenungan dan dinyanyikan oleh jiwa ini..."


Hati wanita terbesit gamang tiba-tiba.
Matanya nyanyar memandang kerlap-kerlip lampu kota dan bangunan yang menjulang bintang.
Bagai jutaan kunang-kunang yang digebah dari pucuk meranti hutan dini hari.
Bertebaran berhamburan namun senyap tenang.
Sebelum berangkat tadi ia berpesan pada Pria untuk taklagi mencarinya selamanya.
"Hingga kapan???" Pria bertanya.
"Adakah hingga bintang redup? atau hingga gerimis turun setengah hati?" Pria menyerbu.

"Biarkan nasib yang menjawabnya" Wanita membalas.

Hingga akhirnya rembulan mengejutkannya dari lamunan dengan keredep sinar kuningnya yang pasi dan memintanya untuk segera mengusap hujan di matanya.
Bahwa sebentar lagi ia akan sampai ke pelaminan langit nan megah dan bersanding dengan Pangeran Awan berdua selamanya.
'Pun kala bintang meredup atau saat gerimis turun setengah hati.'



by dhe

No comments:

Post a Comment