
Pria larut bersandar pada bentangan pagi
Parasnya lentung berpaku dagu
Sinar mentari jatuh pada pelupuk hatinya yang beku
Badannya merangas mengharap larap yang tak kunjung tiba
Sambil bersungut matanya memandang trotoar jalan
Bertebaran dedaunan kering disapu angin ke udara
Kadang ia menoleh kekiri dan kekanan celingukan
Seolah menunggu seseorang
Dan untuk kesekian kalinya ia pun kembali melepas nafas panjangnya
Orang yang dinanti tak jua nampak
Saat pundaknya bertumpu pada tiang lampu taman, kedua tangannya merogoh saku celana, dengan wajah menodong ke langit, tak sadar ia kembali teringat Jingga
Wanita yang selalu membuat hatinya berbinar
Pun sekarang batinnya kembali terbuai mahsyuk
Mengenang pertemuan tak terduga di pertiga jalan
Saat terik mentari lengas menyengat pori-pori kemaren petang
“Kapan kau tiba ???” Wanita bertanya
“Pagi tadi bersamaan hujan”
“Hemmmm yaaa…. Kau selalu datang ketika gerimis turun, begitu pula di benakku”
“Kau pun selalu lesap ketika langit cerah, bukankah begitu nona ???” pria tersenyum
“Ah… sudahlah jangan kau ungkit masalah silam, bukankah kita sekarang berubah? Seperti keadaan kita yang juga berubah ?” katanya sambil memandang pria
“Waktu dan keinginan yang merubah semua, dan tentunya takdir Tuhan yang menghendaki, juga dengan keadaan kita berdua”
“Hemmm… kau mulai bermajas” Wanita tersenyum kemudian diam
Semua pun larut dalam diam
“Oh iya… Kau punya anak berapa sekarang ???”
“Hahahahhahahahhahah… “ Wanita tertawa dengan tawa khasnya, lelaki rindu tawa itu, ia rindu wajah cerah itu “Memangnya wajah ku sudah seperti ibu – ibu apah ???”
“Ya… ku kira memang begitu, hehehe”
“hahahahhahahaha….” Wanita kembali tergelak
“Kenapa tertawa??”
“Tidak… aku hanya teringat sajakmu dulu”
“Benarkah?? aku lupa…”
“Ah… kau ini selalu begitu”
“Yang mana ??? Tentang Badak Bercula ???
“hahahahha… masa kau lupa sih???”
“??????”
“T’estimo…………. Ingat ????”
No comments:
Post a Comment