mencoba saja

Wednesday, March 10, 2010

SAJAK-SAJAK TIONGKOK ZAMAN DINASTI T’ANG, 2

SAJAK-SAJAK TIONGKOK
ZAMAN DINASTI T’ANG, 2


Tu Fu

GUNUNG THAY SAN

Semegah apakah puncak Gunung Thay San?
Menyeberangi negeri Ch’i dan Lu lembah hijau terhampar luas.
Alam di sini khusyuk merenungi kemegahan samawi
Di utara lereng gunung gelap, di selatan sinar mentari membelah malam
dan fajar
Meratapi masa lalu, dada mengelembung seakan gumpalan awan
Kotoran mata pecah, bergerak bersama burung pulang ke sarang
Waktunya pasti tiba, jika puncak gunung itu kulalui
Dan dengan pandang terawang melihat betapa kecil gunung lainnya.


Tu Mu

KANAL CH`IN HUI

Kabut menyelimuti air dingin, cahaya bulan menutupi pasir
Malam hari dekat kedai anggur, ku melenggang menuju Ch’in Huai
Gadis-gadis menyanyi tak tahu kerajaan sengsara dan runtuh
Menyeberang sungai masih terdengar nyanyian mereka
“Di antara bunga-bungaan pohon berwarna zamrud.”



Wang Wei

KETIKA MUSIM SEMI TIBA

Muncul dari gua, tahu ia arus dan gunung akan terhampar
Namun ia pikir suatu saat akan tinggalkan rumah, berkunjung ke sana senantiasa
Dan berkata kepada dirinya, takkan sesat di jalan yang pernah dilaluinya
Bagaimana ia tahu lembah-lembah dan bukit akan berubah jika ia datang
Pada saat semua yang diserunya bersembunyi di dalam gunung
Di mana arus biru, setelah berpaling berkali-kali, membawanya ke hutan berawan
Ketika musim semi tiba, pohon-pohon persik marak berbunga di air
Dan merahasiakan di mana Musim Semi yang abadi bisa disaksikan.


MUSIM SEMI

Jika kami mengunjungi Musim Bunga Menguning
Kami mesti menempuh jalan bergelombang angin
Berkelok-kelok di sepanjang Sungai Hijau
Kemudian mendaki perbukitan sejauh sepuluh ribu li.
Bangau-bangau terbang jarak tiga puluh mil.
Di antara batu-batu karang air gemericik riuh
Di tengah kehijauan pinus kulihat warna kedamaian

Buah-buah berangan di pohonnya yang tinggi
dan ranting-ranting kekayuan di atas sungai
Membuatku ingat pisau bambu tajam.
Hatiku putih murni bak sutra, kala istirah
Lihat betapa ia, bagaikan arus tenang tak beriak
Aku akan tinggal di batu karang besar ini
Dan hanya ikan lezat yang kuinginkan.



BUKIT DINGIN

1
Kerikil-kerikil putih berloncatan di arus sungai
Satu dua lembar daun memerah dalam dingin musim gugur
Walau di jalan setapak perbukitan hujan tidak turun
Namun bajuku basah diguyur udara hijau segar

2
Bukit yang dingin menjelma hijau tua
Sungai musim gugur gemersik suaranya bergumam
Bertelekan pada tongkat, menjelang pintu pagar
Jerit cengkerik terdengar dihembus angin

3
Tengah suara seruling mengalun di tepi air,
Kala matahari terbenam, kuucap selamat tinggal kepada suamiku
Sejenak danau kutatap, hanya awan putih bergulung
Tampak di antara bukit-bukit hijau



Li Po

SAJAK MUSIM GUGUR

Kemarin siang dia tinggalkan aku, tak mau menunggu
Kucampakkan hatiku ke dalam kebingungan
Hari ini cahaya diliputi kerumitan dan kemurungan
Ribuan mil jauhnya angin bertiup kencang
Membawa angsa-angsa liar musim gugur
Di hadapan pemandangan: mataku yang mabuk
Berputar-putar dalam kamar rumah yang tinggi
Puisi bak pulau abadi, tulangnya keras laik penyair Chien-an
Dan di sini Hsieh Tao lain menyanyi,
Suaranya terdengar dingin dan merdu
Kami seolah beroleh isyarat agar turun
Ke dunia bawah nun di seberang sana
Namun hasratku terbang ke angkasa biru,
Mencampakkan mata pada bulan yang berkilauan
Kucabut pisau dan kupotong air,
Namun air kebal dan terus mengalir
Kuangkat gelas agar rasa duka luluh,
Namun duka masih saja duka
Dalam hidupnya di dunia ternyata
Orang tidaklah mudah untuk berpuas diri
Esok pagi, biarkan rambutmu liar tergerai
Sebab kenikmatan hanya berenang dalam perahu kecil


MALAM SUNYI

Bulan bersinar di atas tempat tidurku
Barangkali salju lembut melayang jatuh?
Kuangkat kepala, kulihat bulan di atas bukit
Kemudian aku menunduk, pikiran terbang ke rumah




PERCAKAPAN DI ATAS BUKIT

Kalau kau bertanya mengapa aku tinggal di bukit hijau
Diam-diam aku akan tertawa: jiwaku tenang.
Bunga-bunga persik hanyut di air sungai
Ada langit dan bumi lain di balik dunia manusia


DI KUIL PUNCAK GUNUNG

Malam pun tiba: aku bermalam di Kuil Puncak Gunung
Di sini bintang-bintang dapat kusentuh dengan tangan
Aku tak berani bicara keras dalam keheningan ini
Takut mengusik ketenteraman penghuni Kayangan


HIDUP ADALAH MIMPI

Hidup kita di dunia ini hanya impian semata.
Untuk apa aku mesti ngotot dan maksa diri?
Biarkan saja aku di sini mabuk sendirian
Dan tergeletak dan berbaring dekat pintu pagar.
Waktu sadar kukedipkan mata kepada pepohonan:
Seekor burung kesepian bernyanyi di antara bunga-bunga
Kutanyakan kepadanya sekarang ini musim apa?
Jawabnya, “Angin musim semi membuat burung
Nyanyi merdu di dahan pokok mangga ini.”
Terharu mendengar nyanyinya kuhela nafas panjang-panjang
Kemudian anggur kutuang ke dalam mulutku.
Aku menyanyi hingga bulan terang benderang
Ketika laguku selesai, seluruh inderalu terasa kaku.



UCAPAN SELAMAT JALAN KEPADA MENG HAO YAN

Sahabat tua, kau tinggalkan aku di Teratak Bangau Kuning
Untuk mengunjungi Yang-ch’ou di musim semi berkabut
Pelayaranmu, hanya bayangan tunggal, menyatu dengan langit biru
Hingga kini hanya sungai kupandang, jalannya menuju Kayangan



SAJAK UNTUK WANG LUNG

Kala Li Po bergegas untuk berlayar
Sejonyong terdengar langkah kaki dan nyanyian di pantai
Telaga Bunga Pisa seribu depa dalamnya
Tak sedalam cinta Wang Lung kala mengucap selamat jalan.


MENGUCAP SELAMAT TINGGAL KEPADA SEORANG TEMAN

Di balik tembok tinggi gunung hijau menjulang langit
Di lerengnya sebelah timur meliuk sungai bening --
Di sini kita segera berpisah, ya sahabat!
Layar ini akan menempuh pelayaran seribu li sendirian
Awan di langit adalah impian musafir lelaki
Matahari yang terbenam adalah kasih sayang sahabat karib.
Kau pun berangkat seraya melambaikan tangan --
Terdengar jerit pilu seekor rusa.


PERPISAHAN DI KEDAI ANGGUR DI NANKING

Pokok persik berbunga, tiupan angin membuat kedai anggur semerbak
Seorang gadis Wu menuang anggur, membujuk tamu-tamu minum
Pemuda-pemuda Nanking datang ucapkan selamat tinggal kepadaku
Para musafir dan mereka yang melihatnya sama mengosongkan gelas
“Silakan pergi dan tanyakan kepada sungai yang mengalir ke timur
Apakah jauhnya melampaui perpisahan dengan sahabat karib”


TERJEMAHAN ABDUL HADI W.M.

No comments:

Post a Comment