mencoba saja

Wednesday, March 17, 2010

[Mempergunjingkan Chairil # 04] Menulis Sajak adalah Menyelenggarakan Sebuah Percobaan!

 DALAM buku "Puisi Indonesia Modern" (Pustaka Jaya, Cet. 2, 2008), Ajib Rosidi memilih tiga sajak Chairil yaitu "Aku", "Doa" dan "Persetujuan dengan Bung Karno'. Ajib menyimpulkan bahwa dalam setiap sajak Chairil, si penyair berhasil menjelmakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sastera yang matang.

"Setiap kata, setiap kalimat, setiap bait kelihatan ditimbang matang-matang, sehingga mencapai efektivitas yang maksimal," kata Ajib.



Chairil pun, kata Ajib, memperkenalkan imaji-imaji baru atau asing dalam Bahasa Indonesia. Pada satu pihak, ia banyak mempergunakan kata-kata Bahasa Indonesia sehari-hari, sementara itu dia juga meningkatkan hal-hal keseharian itu sehingga mencapai kesemestaan.

Dengan kata lain: kata-kata itu meskipun dipungut dari bahasa sehari-hari telah diasahnya sedemikian rupa sehingga di dalam sajaknya menjelma menjadi sesuatu yang berbobot puisi.

Kita bisa belajar dari sini, yaitu bahwa untuk menciptakan yang hebat, seperti sajak-sajak Chairil, kita harus memaksimalkan efektivitas kata dan kalimat. Bagaimana caranya?

"Chairil bersungguh-sungguh menimbang segala yang hendak ditulisnya," kata Ajib.

Kesungguhan itu bisa kita temukan bukti lain dalam kartu posnya kepada Jassin bertanggal 10 April 1944. Chairil menulis: Jassin, yang kuserahkan padamu - yang kunamakan sajak-sajak! - itu hanya percobaan kiasan-kiasan baru. Bukan hasil sebenarnya! Masih beberapa "tingkat percobaan" musti dilalui dulu, baru terhasilkan sajak-sajak sebenarnya.

Lihat, betapa Chairil dengan sadar - dalam sajak-sajaknya - melakukan pencarian dan percobaan untuk menemukan kiasan-kiasan baru. Dan dia melakukan itu berulang-ulang, "bertingkat-tingkat", sampai ia merasa telah menghasilkan sajak sebenarnya.

No comments:

Post a Comment